ACARA 3
PEMERIKSAAN BORAKS
Disusun Oleh :
NAMA :
SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM :
I1A015043
KELAS :
A
KELOMPOK : 5
ROMBONGAN : 1
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017
A. Latar Belakang
Teknologi pengolahan pangan
di Indonesia sekarang berkembang pesat, diiringi dengan penggunaan BTP yang
semakin meningkat. Berkembangnya produk pengawet, terjadi karena semakin
tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan
bertahan lama. Kesalahan dalam pemanfaatan teknologi dan penggunaan BTP baik
sengaja maupun tidak sengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau
keamanan konsumen (Anggrahini, 2008).
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang terpenting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi pertumbuhan
dan perkembangan. Keamanan pangan merupakan masalah yang harus
mendapatkan perhatian khusus dalam penyelenggaraan upaya kesehatan secara
keseluruhan. Salah satu masalah keamanan makanan di Indonesia adalah masih
rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggungjawab produsen pangan tentang
mutu dan keamanan makanan, terutama pada industri kecil atau industri rumah
tangga (Amelia dkk, 2014). Salah satu masalah pangan
yang masih memerlukan pemecahan masalah yaitu penggunaan BTP. Peranan Bahan
Tambahan Pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan
dengan kemajuan teknologi produksi BTP sintetis. Banyaknya BTP dalam bentuk lebih
murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan
mendorong meningkatnya pemakaian BTP. Hal ini berarti meningkatkan konsumsi
bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).
Menurut Simpus (2005)
menyebutkan bahwa boraks adalah sebagai salah satu BTP. Boraks ini dinyatakan
dapat menganggu kesehatan bila digunakan dalam makanan. Efek negatif yang dapat
ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit.
Efek yang diakibatkan berupa gangguan pada susunan syaraf pusat, ginjal, dan
hati. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan
organ lain. Dosis fatal untuk orang dewasa sebesar 15-20 gram dan untuk
anak-anak sebesar 3-6 gram. Produsen makanan banyak menambahkan boraks ke dalam
produknya, salah satunya adalah penambahan boraks ke dalam bubur.
B. Tujuan
Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada sampel makanan berupa
bubur.
C. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Boraks
Boraks merupakan senyawa kimia dengan
nama Natrium tetraborat dan berbentuk kristal lunak. Meskipun asam borat dan boraks keduanya mengandung
boron, namun keduanya adalah senyawa dengan molekul yang berbeda. Keduanya
merupakan senyawa yang beracun jika tertelan. Boraks bila
dilarutkan dalam air akan terurai menjadi Natrium hidroksida serta asam
borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa
digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep,
bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Secara
lokal boraks dikenal sebagai bleng (berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan
ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong,
dan bakso (Fardiaz, 2007).
Menurut peraturan
Menteri kesehatan RI No.722/Menkes/ IX/1988, asam borat dan senyawanya
merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan
dalam produk makanan. Karena asam borat
dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen. Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan
ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan,
karena selain berfungsi sebagia pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur
hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen (Aminah, 2009).
Menurut Riandini (2008), karakteristik
boraks antara lain:
a.
Warna adalah jelas
bersih
b.
Kilau seperti kaca
c.
Kristal ketransparanan
adalah transparan ke tembus cahaya
d.
Sistem hablur adalah
monoklin
e.
Perpecahan sempurna di
satu arah
f.
Warna lapisan putih
g.
Mineral yang sejenis
adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam bor yang
lain.
h.
Karakteristik yang
lain yaitu
suatu rasa manis yang bersifat alkali.
2. Dampak Negatif dari Penggunaan Borak
Mengkonsumsi boraks dalam makanan
tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun)
sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya
diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang
terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit
melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi
juga menganggu alat reproduksi pria (Triastuti
dkk, 2013).
Boraks dapat menimbulkan efek racun
pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin.
Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan
oleh konsumen atau bersifat akumulasi (penumpukan). Boraks yang terdapat dalam
makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak,
atau testis (buah zakar). Pemakaian dalam jumlah banyak dapat
menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang,
gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang,
pingsan, koma bahkan kematian. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan
menyebabkan demam, anuria, koma, depresi, dan apatis (gangguan
yang bersifat sarafi). Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis
dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada
orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10-20 g atau
lebih (Rohman, 2007).
3. Fungsi dari Boraks
Boraks bisa
didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat).
Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan
oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan
kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga
digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih atau pelicin
porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu. Asam borat dan boraks telah lama
digunakan sebagai aditif dalam berbagai makanan. Sejak asam borat dan boraks
diketahui efektif terhadap ragi, jamur dan bakteri, sejak saat itu mulai
digunakan untuk mengawetkan produk makanan (Aminah dan Himawan,
2009).
4. Ciri-ciri
makanan yang mengandung boraks
Menurut Putri (2011),
untuk mengetahui makanan yang mengandung boraks ciri-cirinya sebagai berikut:
a.
Mi basah:
Teksturnya kental,
lebih mengkilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus.
b.
Bakso
Teksturnya sangat
kental, warna tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi lebih
cenderung keputihan.
c.
Lontong
dan bubur
Teksturnya sangat kenyal, berasa tajam, sangat gurih, dan
memberikan rasa getir.
d.
Kerupuk
Teksturnya renyah dan
bisa menimbulkan rasa getir.
D. Metode
1. Alat
a.
Pipet ukur
b.
Tensball
c.
Cawan porselin dan penggerus
d.
Tabung reaksi
e.
Gelas kimia
f.
Timbangan
g.
Pengaduk
2. Bahan
a.
Bubur
b.
Air panas
c.
Boraks Test Kit
3.
Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan
|
Haluskan sampel dengan cawan dan penggerus
|
Timbang bubur 1 gr dan tambahkan dengan air
panas 2-3 ml di gelas ukur, aduk.
|
Tambahkan 10-20 tetes pereaksi I Boraks,
kocok
|
Diamkan selama 10 menit
|
Celupkan ujung pereaksi II (kertas curcuma) ke tabung reaksi
|
Anginkan-anginkan selama ± 10
menit
|
Jika kertas curcuma tidak berubah warna
menjadi merah maka sampel tidak mengandung boraks
|
E. Hasil
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan dari pemeriksaan dengan
metode Boraks Test
Kit yaitu tidak
terjadi perubahan warna merah pada
kertas curcuma. Artinya, sampel makanan yaitu bubur tidak mengandung boraks.
Tabel
4.1. Hasil uji Boraks Test Kit
pada sampel bubur
Sampel
|
Reaksi Warna
|
Hasil
|
Bubur
|
Tidak terjadi
perubahan warna menjadi merah
|
Negatif
|
F.
Pembahasan
Dari hasil praktikum pemeriksaan
boraks pada sampel makanan diperoleh hasil negatif, hal ini ditunjukkan tidak
berubahnya warna kertas curcuma dari yang semula berwarna kuning setelah dicelupkan
ke dalam larutan yang mengandung sampel makanan berupa bubur tidak terjadi
perubahan warna menjadi warna merah. Boraks
merupakan suatu kristal lunak yang mengandung unsur boron, boraks memiliki nama
kimia natrium tetrabonat (Na2B4O7 10
H2O), boraks dalam air
berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Aminah, 2009). Dalam
penambahan bahan berbahaya ini bertujuan untuk membuat bubur lebih kenyal dan
lebih tahan lama (Kresnadipayana dan Dwi, 2016).
Penambahan boraks dalam makanan
yang dijualbelikan baik oleh masyarakat ataupun industri karena berorientasi
ekonomis. Orientasi ini berupa target pencapaian keuntungan usaha dengan
memberikan kepuasan konsumen melalui berbagai cara walaupun menggunakan bahan
berbahaya sekalipun. Kondisi lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap
munculnya kasus penambahan boraks pada makanan seperti bubur. Pengawasan oleh
instansi berwenang yang lemah juga memiliki peran yang penting bagi munculnya
kasus-kasus kandungan boraks pada bubur yang diproduksi atau diperdagangkan
oleh masyarakat (Handoko, 2010).
G. Kesimpulan
Dari praktikum acara kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa
sampel kelompok
kami yang berupa bubur, tidak mengandung
boraks. Hal ini dibuktikan dengan uji Boraks Test Kit dengan
hasil kertas curcuma yang tidak berwarna merah. Bubur yang digunakan sebagai
sampel tidak memiliki ciri-ciri bubur yang mengandung boraks.
DAFTAR
PUSTAKA
Amelia, dkk. 2014. Identifikasi
dan Penentuan Kadar Boraks dalam Lontong yang Dijual di Pasar Raya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 3(3):
459- 461.
Aminah dan Himawan.
2009. Bahan-Bahan Berbahaya dalam
Kehidupan. Bandung: Salamadani.
Aminah. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anggrahini. Sri. 2008. Bahan
Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.
Cahyadi, W. 2008. Analisis dan
Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Fardiaz, S. 2007. Uji Kandungan Formalin, Boraks, dan Pewarna Rhodamin B
pada Produk Perikanan dengan Metode Spot Test. Berkala Ilmiah Perikanan. Volume 3(2): 28-43.
Handoko, J, Anita S, Jose C. 2010. Aspek Lingkungan Sosial dan Potensi
Munculnya Perilaku Penambahan Boraks dalam Produksi Makanan di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol 2(4):
128-138.
Kresnadipayana, Dian, Dwi Lestari. 2016. Penentuan Kadar Boraks pada Kurma
dengan Metode Spektrofometri UV-VIS. Jurnal
Wiyata. Vol. 4(1): 23-30.
Putri, P. 2011. Identifikasi
Boraks dalam Makanan. Semarang:
Politeknik Kesehatan Press.
Riandini, N. 2008. Bahan Kimia dalam Makanan dan Minuman.
Bandung: Shakti Adiluhung.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka
Pelajar.: Yogyakarta.
Simpus. 2005. Bahaya Boraks: Pengantar Teknologi Pangan.
Jakarta: Intisari Pustaka Utama.
Triastuti, E, Fatimawali, Max
Revolta John Runtuwene. 2013. Analisis Boraks pada Tahu yang diproduksi di Kota
Medan. Farmasi. Vol. 2(1): 69-74.
LAMPIRAN
Dokumentasi
|
Deskripsi
|
|
Dilakukannya
penelitian boraks pada sampel bubur
|
|
Hasil
penelitian kandungan boraks pada kertas curcuma tidak mengubah warna,
sehingga hasil pemeriksaan negatif
|
|
Setelah
selesai praktikum, alat yang digunakan dibersihkan kembali
|
0 komentar:
Posting Komentar