ACARA 4
PEMERIKSAAN FORMALIN
Disusun Oleh :
NAMA :
SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM :
I1A015043
KELAS :
A
KELOMPOK : 5
ROMBONGAN : 1
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017
A. Latar Belakang
Pembangunan manusia yang sehat dan cerdas
tidak terlepas dari bahan makanan yang dikonsumsi. Makanan yang sehat dengan
kandungan gizi yang lengkap serta aman merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi
pada bahan pangan. Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang
berbahaya baik fisik, kimia, maupun mikrobiologi (Rinto dkk, 2009). Meningkatnya
kebutuhan makanan di banyak negara termasuk di Indonesia adalah akibat
peningkatan pembangunan manusia, perubahan keadaan sosio-ekonomi, peningkatan
pengangguran, urbanisme dan turisme (Cahyadi, 2012). Monitoring mutu dan
keamanan pangan yang diolah dan dihasilkan oleh industri informal sulit
dilakukan dan sebagain besar pengetahuan produsen terhadap keamanan pangan yang
masih rendah khususnya pada teknologi pengolahan pangan, sehingga masalah yang
berkaitan dengan keamanan pangan banyak ditimbulkan oleh industri kecil (Effendi,
2012).
Dalam teknologi pengolahan pangan,
dikenal pula usaha untuk menjaga daya tahan suatu bahan sehingga banyak muncul
bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan
pangan. Namun dalam praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum memahami
perbedaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan non pangan. Menurut Cahyo
(2006), penggunaan kimia berbahaya dalam penanganan dan pengolahan daging ayam
potong salah satunya adalah formalin. Formalin adalah salah satu zat yang
dilarang berada dalam bahan makanan. Formalin dapat bereaksi cepat dengan
lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat
teroksidasi membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah.
Pemakaian formalin pada makanan dapat mengakibatkan keracunan yaitu rasa sakit
perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau
kegagalan peredaran darah (Habibah, 2013).
Menurut Saparinto dan Hidayati (2006),
formalin tidak termasuk dalam daftar BTP pada Codex Alimentarius sehingga
penggunaan formalin termasuk yang dilarang dalam makanan. Ditambahkan oleh
Hastuti (2012), bahwa formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi
kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara
kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan
menyebabkan keracunan. Berdasarkan hasil penyelidikan BPOM RI, terdapat sekitar
20 produsen formalin yang menjual formalin ke pasar secara eceran dalam skala
besar dan luas, dengan jumlah produksi tak kurang dari 800 ribu ton formalin
setiap bulan. Salah satu produsen diidentifikasi sanggup memproduksi formalin
400 Mton per bulan. Sekitar 2.700 Mton dipergunakan sendiri, 300 Mton diekspor
ke Malaysia, dan sisanya sekitar 1000 Mton dijual ke pasar setiap bulan, kepada
konsumen perorangan, toko kimia, dan industri (Mahdi, 2008).
B. Tujuan
Untuk
mengetahui ada tidaknya kandungan formalin pada sampel makanan berupa daging
ayam potong.
C. Tinjauan
Pustaka
1. Pengertian Formalin
Formalin merupakan zat
yang dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan karena sangat berbahaya
bagi tubuh, karena formalin merupakan senyawa toksik yang bersifat sebagai
karsinogen (Imamah dkk, 2016). Formalin bersifat sangat reaktif, karena
formalin memiliki gugus karbonil yang dapat dengan mudah bereaksi dengan gugus
nukleofilik, yaitu gugus –NH2 dari sistem enzimatis, sehingga enzimatis dalam
tubuh tidak berfungsi dan mengakibatkan terganggunya sistem sitokrom P450 atau
proses fosforilasi oksidatif.
Cahyadi (2006),
menyatakan bahwa formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat
menusuk. Di dalam formalin, terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air,
biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin merupakan zat
yang mengandung racun dan berbahaya apabila dikonsumsi terlalu banyak di dalam
tubuh. Ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ
yang lain apabila mengkonsumsi formalin jika kadarnya terlalu tinggi. Bagi anak
kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan
menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya
telah mencapai 10-20 g atau lebih.
2.
Fungsi Formalin
Menurut Noriko dkk (2011), formalin
sebenarnya digunakan sebagai:
a. Desinfektan
b. Pembersih
toilet
c. Pembasmi
serangga
d. Bahan
pada pembuatan sutra buatan
e. Bahan
pengawet produk kosmetika
f. Pengeras
kuku
g. Bahan
untuk pengawet mayat dan serangga
3. Dampak
Negatif dari Formalin
Penggunaan formalin
sebagai pengawet makanan sangat berbahaya bagi tubuh, karena formalin merupakan
senyawa toksik yang bersifat karsinogenik (Quievryn dan Zhitkovich, 2000).
Pengaruh negatif yang sering terjadi akibat kontaminasi formalin dalam jangka
pendek adalah terjadinya iritasi saluran pernafasan, saluran pencernaan, pusing
dan mual, sedangkan akibat kontaminasi formalin jangka panjang, antara lain
adalah terjadinya kerusakan pada tingkat sel dan jaringan hepar (Katzung,
2002). Konsumsi formalin dapat menyebabkan kerusakan hati, kerusakan DNA
aktivasi cascade caspase
melalui jalur mitokondria yang memicu
apoptosis dan berbagai mekanisme destruktif lainnya (Speit and Merk, 2002).
Formalin adalah zat yang bersifat toksik jika
dikonsumsi berlebihan atau dengan kadar di atas batas dimana tubuh masih mampu
menetralkan, dan jika zat tersebut dikonsumsi dalam kadar
sedikit namun terus menerus dalam jangka waktu lama maka akan terakumulasi dan
menyebabkan dampak negatif pada organ yang bekerja sebagai penetral racun dalam
tubuh (Mahdi dkk, 2008). Organ sasaran zat yang bersifat
toksik adalah hepar dan ginjal karena dalam referensi-referensi toksikologi
yang pada umumnya organ-organ tersebut yang menjadi sasaran pengamatan efek
toksik karena hepar dan ginjal merupakan organ penyimpan racun yang potensial.
Hepar dan ginjal merupakan gudang penyimpan racun karena keduanya memiliki
kapasitas tinggi untuk mengikat zat kimia. Hal ini berhubungan dengan hepar
sebagai tempat metabolisme dan ginjal sebagai ekskresi racun dalam tubuh (Creagh et all, 2005).
Menurut Nariko dkk (2011), beberapa pengaruh formalin terhadap
kesehatan adalah sebagai berikut:
a.
Jika terhirup akan menyebabkan rasa terbakar
pada hidung dan tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, dan
dapat menyebabkan kanker paru-paru.
b.
Jika terkena kulit akan menyebabkan kemerahan
pada kulit, gatal, dan kulit terbakar.
c.
Jika terkena mata akan menyebabkan mata memerah,
gatal, berair, kerusakan mata, pandangan kabur, bahkan kebutaan.
d. Jika tertelan akan menyebabkan mual,
muntah-muntah, perut terasa perih, diare, sakit kepala, pusing, gangguan
jantung, kerusakan hati, kerusakan saraf, kulit membiru, hilangnya pandangan,
kejang, bahkan koma dan kematian.
4. Ciri-Ciri
Makanan yang Mengandung Formalin
Menurut
Suheini (2007), terdapat beberapa ciri-ciri penggunaan formalin pada makanan:
a.
Mie
basah
1)
Tidak
rusak sampai dua hari pada suhu kamar (250 Celcius) dan bertahan
lebih dari 15 hari pada suhu lemari es 100 Celcius.
2)
Bau
menyengat dan berbau formalin.
b.
Tahu
1)
Tidak
rusak sampai tiga hari pada suhu kamar 250 Celcius dan tahan lebih
dari 15 hari pada suhu lemari es 100 Celcius.
2)
Tahu
keras, namun tidak terlalu padat.
c.
Bakso
1)
Tidak
rusak sampai lima hari pada suhu kamar 250 Celcius.
2)
Teksturnya
sangat kenyal.
d.
Daging
ayam potong
1)
Warna
daging potong cenderung berwarna lebih pucat.
2)
Lebih
tahan lama.
D. Metode
1. Alat
a)
Pipet
tetes
b)
Tabung
reaksi
c)
Rak
tabung reaksi
d)
Gelas
ukur
e)
Pengaduk
f)
Pisau
g)
Talenan
h)
Timbangan
2. Bahan
1)
Sampel
berupa daging ayam potong
2)
Air
panas
3)
Formaldehyde
Test Kit
3. Prosedur
Kerja
Siapkan alat dan
bahan
|
Tambahkan 1 tetes pereaksi 1 ke larutan
sampel
|
Biarkan ± 5
menit, jika sampel berubah warna menjadi ungu kebiruan maka sampel
mengandung formalin
Kocok dengan hati-hati
|
Tambahkan 3 tetes pereaksi 2 ke larutan
sampel
|
Cincang sampel (daging ayam) hingga halus
|
Timbang sampel sekitar 1 gr, tambahkan air
panas 2-3ml pada tabung reaski
|
E. Hasil
Berdasarkan praktikum
yang telah dilakukan, hasil yang di dapatkan dari pemeriksaan dengan metode Formaldehyde Test Kit yaitu tidak terjadi perubahan warna
ungu kebiruan. Artinya, sampel makanan yaitu
ayam potong tidak mengandung formalin.
Tabel
4.1. Hasil uji Formaldehyde Test Kit pada sampel ayam potong
Sampel
|
Reaksi Warna
|
Hasil
|
Ayam potong
|
Tidak terjadi perubahan warna ungu kebiruan
|
Negatif
|
F. Pembahasan
Dari hasil pemeriksaan formalin pada
sampel makanan berupa daging ayam potong menggunakan metode Formaldehyde Test Kit, diperoleh hasil
negatif. Interpretasi ini ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna
pada larutan yang mengandung sampel menjadi warna ungu kebiruan, sehingga
sampel ayam potong aman untuk dikonsumsi. Daging ayam potong yang mengandung
formalin biasanya memiliki ciri-ciri antara lain tidak terlihat segar, daging
berwana pucat, dan bertahan berhari-hari atau lebih awet. Jika mengonsumsi
formalin dalam jangka pendek dapat terlihat efek seperti tenggorokan dan perut terasa
terbakar, sakit menelan, mual, muntah, diare, kemungkinan terjadi pendarahan,
sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi, kejang, tidak sadar hingga
terjadi koma sesuai dengan besar dosis formalin yang dikonsumsi. Selain itu,
bisa terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan
syaraf pusat, dan ginjal (Cahyadi, 2012).
G. Kesimpulan
Dari
praktikum acara kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel kelompok kami
yang berupa daging ayam potong, tidak mengandung formalin. Hal ini dibuktikan
dengan uji Formaldehyde Test Kit dengan hasil tidak terjadi perubahan warna menjadi ungu kebiruan. Daging ayam
potong yang dijadikan sampel tidak memeliki ciri-ciri daging yang mengandung
formalin.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek
Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Cahyadi, W.
2012. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan
Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Cahyo,
Suparinto. 2006. Bahan Tambahan Pangan.
Yogyakarta: Penerbit Kanesius.
Creagh, E, Adrain, Martin S. J. 2005. Caspase Detection and Analysis. Oxford:
BIOS Scientific Publishers Ltd.
Effendi, S. 2012. Teknologi dan Pengawetan Pangan.
Bandung: CV Alfabeta.
Guiveryn, G, Zhitkovich A. 2000. Loss of DNA Protein Crosslink from
Formaldehyde Exposed Cells Occurs Through Spontaneous Hydrolysis and An Active
Repair Process Linked to Proteosome Function. Carcinogenesis. Vol. 21(8): 1573-1580.
Habibah. 2013. Identifikasi
Penggunaan Formalin pada Ikan Asin daN Faktor Perilaku Penjual di Pasar
Tradisional Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Unnes. Volume 1(2): 983-994.
Hastuti, S.
2012. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura.
Jurnal Agrotek. Vol. 4(2): 1-3.
Imamah, Egi Qory. Umie Lestari, Abdul
Gofur. 2016. Pengembangan Booklet dari Penelitian Pengaruh Tahu Berformalin
terhadap Histopatologi Hati Mencit Jantan Galur untuk Masyarakat Kota Kediri. Jurnal Pendidikan Biologi. Vol. 2(2):
102-108.
Katzung, B.G. 2002. Farmakologi dasar dan Klinik. Jakarta:
Salemba Medika.
Mahdi, C, Aulaniam,
Sumarno, Widodo. 2008. Suplementasi Yoghurt pada Tikus (Rattus novergicus) yang
Terpapar Formaldehyde dalam Makanan terhadap Aktivitas Antioksidan, Kerusakan
Oksidatif Jaringan Hepar. Jurnal Agrotek.
Vol. 4(3): 5-7.
Noriko, Nita,
Ekaristi Pratiwi, Angelina Yulita, Dewi Elfidasari. 2011. Studi Kasus terhadap
Zat Pewarna, Pemanis Buatan, dan Formalin pada Jajanan Anak SDN Telaga Murni 03
dan Tambun 04 Kabupaten Bekasi. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan
Teknologi. Vol 1(2): 47-53.
Rinto, Elmeizi,
Susila Budi Utama. 2009. Kajian Keamanan Pangan (Formalin, Garam, dan Mikrobia)
pada Ikan Sepat Asin Produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan Manusia. Vol 8(2):
11-20.
Saparinto dan
Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Speit, G, Merk O. 2002. Evaluation of
Mutagenic Effects of Formaldehyde In Vitro: Detection of Crosslinks and
Mutations in Mouse Lymphoma Cells. Mutagenesis.
Vol 17(3): 183-187.
LAMPIRAN
Dokumentasi
|
Deskripsi
|
|
Sampel
daging ayam yang telah dihaluskan yang siap untuk diperiksa mengandung
formalin
|
|
Sampel
ayam yang diperiksa tidak mengandung formalin
|