Selasa, 13 Maret 2018

Laporan Praktikum Sanitasi Makanan dan Lingkungan Acara 4 Pemeriksaan Formalin


ACARA 4
PEMERIKSAAN FORMALIN




Disusun Oleh :
NAMA                          : SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM                               : I1A015043
KELAS                         : A
KELOMPOK               : 5
ROMBONGAN           : 1



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017




A. Latar Belakang
       Pembangunan manusia yang sehat dan cerdas tidak terlepas dari bahan makanan yang dikonsumsi. Makanan yang sehat dengan kandungan gizi yang lengkap serta aman merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi pada bahan pangan. Keamanan pangan ditentukan oleh ada tidaknya komponen yang berbahaya baik fisik, kimia, maupun mikrobiologi (Rinto dkk, 2009). Meningkatnya kebutuhan makanan di banyak negara termasuk di Indonesia adalah akibat peningkatan pembangunan manusia, perubahan keadaan sosio-ekonomi, peningkatan pengangguran, urbanisme dan turisme (Cahyadi, 2012). Monitoring mutu dan keamanan pangan yang diolah dan dihasilkan oleh industri informal sulit dilakukan dan sebagain besar pengetahuan produsen terhadap keamanan pangan yang masih rendah khususnya pada teknologi pengolahan pangan, sehingga masalah yang berkaitan dengan keamanan pangan banyak ditimbulkan oleh industri kecil (Effendi, 2012).
       Dalam teknologi pengolahan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga daya tahan suatu bahan sehingga banyak muncul bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Namun dalam praktiknya di masyarakat, masih banyak yang belum memahami perbedaan bahan pengawet untuk bahan-bahan pangan dan non pangan. Menurut Cahyo (2006), penggunaan kimia berbahaya dalam penanganan dan pengolahan daging ayam potong salah satunya adalah formalin. Formalin adalah salah satu zat yang dilarang berada dalam bahan makanan. Formalin dapat bereaksi cepat dengan lapisan lendir saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Di dalam tubuh cepat teroksidasi membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian formalin pada makanan dapat mengakibatkan keracunan yaitu rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf atau kegagalan peredaran darah (Habibah, 2013).
       Menurut Saparinto dan Hidayati (2006), formalin tidak termasuk dalam daftar BTP pada Codex Alimentarius sehingga penggunaan formalin termasuk yang dilarang dalam makanan. Ditambahkan oleh Hastuti (2012), bahwa formalin merupakan bahan beracun dan berbahaya bagi kesehatan manusia. Jika kandungannya dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara kimia dengan hampir semua zat di dalam sel sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan keracunan. Berdasarkan hasil penyelidikan BPOM RI, terdapat sekitar 20 produsen formalin yang menjual formalin ke pasar secara eceran dalam skala besar dan luas, dengan jumlah produksi tak kurang dari 800 ribu ton formalin setiap bulan. Salah satu produsen diidentifikasi sanggup memproduksi formalin 400 Mton per bulan. Sekitar 2.700 Mton dipergunakan sendiri, 300 Mton diekspor ke Malaysia, dan sisanya sekitar 1000 Mton dijual ke pasar setiap bulan, kepada konsumen perorangan, toko kimia, dan industri (Mahdi, 2008).
B.  Tujuan
Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formalin pada sampel makanan berupa daging ayam potong.
C.  Tinjauan Pustaka
1.    Pengertian  Formalin
Formalin merupakan zat yang dilarang digunakan sebagai bahan pengawet makanan karena sangat berbahaya bagi tubuh, karena formalin merupakan senyawa toksik yang bersifat sebagai karsinogen (Imamah dkk, 2016). Formalin bersifat sangat reaktif, karena formalin memiliki gugus karbonil yang dapat dengan mudah bereaksi dengan gugus nukleofilik, yaitu gugus –NH2 dari sistem enzimatis, sehingga enzimatis dalam tubuh tidak berfungsi dan mengakibatkan terganggunya sistem sitokrom P450 atau proses fosforilasi oksidatif.
Cahyadi (2006), menyatakan bahwa formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin, terkandung sekitar 37% formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin merupakan zat yang mengandung racun dan berbahaya apabila dikonsumsi terlalu banyak di dalam tubuh. Ginjal merupakan organ yang paling terpengaruh dibandingkan dengan organ yang lain apabila mengkonsumsi formalin jika kadarnya terlalu tinggi. Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10-20 g atau lebih.
2.    Fungsi Formalin
Menurut Noriko dkk (2011), formalin sebenarnya digunakan sebagai:
a.    Desinfektan
b.    Pembersih toilet
c.    Pembasmi serangga
d.   Bahan pada pembuatan sutra buatan
e.    Bahan pengawet produk kosmetika
f.     Pengeras kuku
g.    Bahan untuk pengawet mayat dan serangga
3.    Dampak Negatif dari Formalin
Penggunaan formalin sebagai pengawet makanan sangat berbahaya bagi tubuh, karena formalin merupakan senyawa toksik yang bersifat karsinogenik (Quievryn dan Zhitkovich, 2000). Pengaruh negatif yang sering terjadi akibat kontaminasi formalin dalam jangka pendek adalah terjadinya iritasi saluran pernafasan, saluran pencernaan, pusing dan mual, sedangkan akibat kontaminasi formalin jangka panjang, antara lain adalah terjadinya kerusakan pada tingkat sel dan jaringan hepar (Katzung, 2002). Konsumsi formalin dapat menyebabkan kerusakan hati, kerusakan DNA aktivasi cascade caspase melalui jalur mitokondria  yang memicu apoptosis dan berbagai mekanisme destruktif lainnya (Speit and Merk, 2002).
Formalin adalah zat yang bersifat toksik jika dikonsumsi berlebihan atau dengan kadar di atas batas dimana tubuh masih mampu menetralkan, dan jika zat tersebut dikonsumsi dalam kadar sedikit namun terus menerus dalam jangka waktu lama maka akan terakumulasi dan menyebabkan dampak negatif pada organ yang bekerja sebagai penetral racun dalam tubuh (Mahdi dkk, 2008). Organ sasaran zat yang bersifat toksik adalah hepar dan ginjal karena dalam referensi-referensi toksikologi yang pada umumnya organ-organ tersebut yang menjadi sasaran pengamatan efek toksik karena hepar dan ginjal merupakan organ penyimpan racun yang potensial. Hepar dan ginjal merupakan gudang penyimpan racun karena keduanya memiliki kapasitas tinggi untuk mengikat zat kimia. Hal ini berhubungan dengan hepar sebagai tempat metabolisme dan ginjal sebagai ekskresi racun dalam tubuh (Creagh et all, 2005).
Menurut Nariko dkk (2011), beberapa pengaruh formalin terhadap kesehatan adalah sebagai berikut:
a.    Jika terhirup akan menyebabkan rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan, sukar bernafas, nafas pendek, sakit kepala, dan dapat menyebabkan kanker paru-paru.
b.    Jika terkena kulit akan menyebabkan kemerahan pada kulit, gatal, dan kulit terbakar.
c.    Jika terkena mata akan menyebabkan mata memerah, gatal, berair, kerusakan mata, pandangan kabur, bahkan kebutaan.
d. Jika tertelan akan menyebabkan mual, muntah-muntah, perut terasa perih, diare, sakit kepala, pusing, gangguan jantung, kerusakan hati, kerusakan saraf, kulit membiru, hilangnya pandangan, kejang, bahkan koma dan kematian.
4.    Ciri-Ciri Makanan yang Mengandung Formalin
Menurut Suheini (2007), terdapat beberapa ciri-ciri penggunaan formalin pada makanan:
a.    Mie basah
1)   Tidak rusak sampai dua hari pada suhu kamar (250 Celcius) dan bertahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es 100 Celcius.
2)   Bau menyengat dan berbau formalin.
b.    Tahu
1)   Tidak rusak sampai tiga hari pada suhu kamar 250 Celcius dan tahan lebih dari 15 hari pada suhu lemari es 100 Celcius.
2)   Tahu keras, namun tidak terlalu padat.
c.    Bakso
1)   Tidak rusak sampai lima hari pada suhu kamar 250 Celcius.
2)   Teksturnya sangat kenyal.
d.   Daging ayam potong
1)   Warna daging potong cenderung berwarna lebih pucat.
2)   Lebih tahan lama.
D.  Metode
1.    Alat
a)    Pipet tetes
b)   Tabung reaksi
c)    Rak tabung reaksi
d)   Gelas ukur
e)    Pengaduk
f)    Pisau
g)   Talenan
h)   Timbangan
2.    Bahan
1)   Sampel berupa  daging ayam potong
2)   Air panas
3)   Formaldehyde Test Kit

3.    Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan
Tambahkan 1 tetes pereaksi 1 ke larutan sampel
Biarkan ± 5 menit, jika sampel berubah warna menjadi ungu kebiruan maka sampel mengandung formalin
Kocok dengan hati-hati
Tambahkan 3 tetes pereaksi 2 ke larutan sampel
Cincang sampel (daging ayam) hingga halus
Timbang sampel sekitar 1 gr, tambahkan air panas 2-3ml pada tabung reaski

 

E.  Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil yang di dapatkan dari pemeriksaan dengan metode Formaldehyde Test Kit yaitu tidak terjadi perubahan warna ungu kebiruan. Artinya, sampel makanan yaitu ayam potong tidak  mengandung formalin.
Tabel 4.1. Hasil uji Formaldehyde Test Kit pada sampel ayam potong
 Sampel
Reaksi Warna
Hasil
Ayam potong
Tidak terjadi perubahan warna ungu kebiruan
Negatif
F.   Pembahasan
       Dari hasil pemeriksaan formalin pada sampel makanan berupa daging ayam potong menggunakan metode Formaldehyde Test Kit,  diperoleh hasil negatif. Interpretasi ini ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan warna pada larutan yang mengandung sampel menjadi warna ungu kebiruan, sehingga sampel ayam potong aman untuk dikonsumsi. Daging ayam potong yang mengandung formalin biasanya memiliki ciri-ciri antara lain tidak terlihat segar, daging berwana pucat, dan bertahan berhari-hari atau lebih awet. Jika mengonsumsi formalin dalam jangka pendek dapat terlihat efek  seperti tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan, mual, muntah, diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang hebat, sakit kepala, hipotensi, kejang, tidak sadar hingga terjadi koma sesuai dengan besar dosis formalin yang dikonsumsi. Selain itu, bisa terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat, dan ginjal (Cahyadi, 2012).
G. Kesimpulan
Dari praktikum acara kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel kelompok kami yang berupa daging ayam potong, tidak mengandung formalin. Hal ini dibuktikan dengan uji Formaldehyde Test Kit dengan hasil tidak terjadi perubahan warna menjadi ungu kebiruan. Daging ayam potong yang dijadikan sampel tidak memeliki ciri-ciri daging yang mengandung formalin.

DAFTAR PUSTAKA
Cahyadi, W. 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Cahyadi, W. 2012. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Cahyo, Suparinto. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Penerbit Kanesius.
Creagh, E, Adrain, Martin S. J. 2005. Caspase Detection and Analysis. Oxford: BIOS Scientific Publishers Ltd.
Effendi, S. 2012. Teknologi dan Pengawetan Pangan. Bandung: CV Alfabeta.
Guiveryn, G, Zhitkovich A. 2000. Loss of DNA Protein Crosslink from Formaldehyde Exposed Cells Occurs Through Spontaneous Hydrolysis and An Active Repair Process Linked to Proteosome Function. Carcinogenesis. Vol. 21(8): 1573-1580.
Habibah. 2013. Identifikasi Penggunaan Formalin pada Ikan Asin daN Faktor Perilaku Penjual di Pasar Tradisional Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat Unnes. Volume 1(2): 983-994.
 Hastuti, S. 2012. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Jurnal Agrotek. Vol. 4(2): 1-3.
Imamah, Egi Qory. Umie Lestari, Abdul Gofur. 2016. Pengembangan Booklet dari Penelitian Pengaruh Tahu Berformalin terhadap Histopatologi Hati Mencit Jantan Galur untuk Masyarakat Kota Kediri. Jurnal Pendidikan Biologi. Vol. 2(2): 102-108.

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.
 Mahdi, C, Aulaniam, Sumarno, Widodo. 2008. Suplementasi Yoghurt pada Tikus (Rattus novergicus) yang Terpapar Formaldehyde dalam Makanan terhadap Aktivitas Antioksidan, Kerusakan Oksidatif Jaringan Hepar. Jurnal Agrotek. Vol. 4(3): 5-7.
 Noriko, Nita, Ekaristi Pratiwi, Angelina Yulita, Dewi Elfidasari. 2011. Studi Kasus terhadap Zat Pewarna, Pemanis Buatan, dan Formalin pada Jajanan Anak SDN Telaga Murni 03 dan Tambun 04 Kabupaten Bekasi. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Sains dan Teknologi. Vol 1(2): 47-53.
 Rinto, Elmeizi, Susila Budi Utama. 2009. Kajian Keamanan Pangan (Formalin, Garam, dan Mikrobia) pada Ikan Sepat Asin Produksi Indralaya. Jurnal Pembangunan Manusia. Vol 8(2): 11-20.
 Saparinto dan Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Speit, G, Merk O. 2002. Evaluation of Mutagenic Effects of Formaldehyde In Vitro: Detection of Crosslinks and Mutations in Mouse Lymphoma Cells. Mutagenesis. Vol 17(3): 183-187.
LAMPIRAN

Dokumentasi
Deskripsi


Sampel daging ayam yang telah dihaluskan yang siap untuk diperiksa mengandung formalin


Sampel ayam yang diperiksa tidak mengandung formalin

0 komentar:

Posting Komentar