Minggu, 24 September 2017

Konsep Dasar Safe Motherhood



PAPER KONSEP DASAR SAFE MOTHERHOOD
Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Kesehatan Ibu dan Anak

 


Disusun Oleh:
Kelompok 2
Kelas A
Nur Laily                                    G1B013061
Siti Istikomah Isnaeni                I1A015043
Ika Putri Rimadhani                  I1A015045
Gammalia Gracia                       I1A015079
Mairina Yulistiani                      I1A015097
Renadha Yokhebed S.                I1A015117


 
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2017




BAB 1
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Konsep Kesehatan Reproduksi yang diperkenalkan dalam Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan, menekankan kondisi kesehatan yang lengkap tidak sekedar terbebas dari penyakit atau kelemahan fisik, akan tetapi meliputi aspek mental dan sosial, yang berkorelasi dengan bekerjanya fungsi sistem serta proses reproduksi. Bertolak dari konsep kesehatan reproduksi tersebut, sasaran program kesehatan reproduksi difokuskan pada wanita sepanjang masa reproduksinya atau wanita usia subur, yaitu sejak wanita tersebut mendapatkan menstruasi pertama sampai dengan masa menopause (antara 15 tahun hingga 49 tahun), baik menikah maupun tidak menikah. Program-program kesehatan reproduksi meliputi pendidikan kehidupan keluarga, pencegahan kehamilan remaja, pencegahan penyakit menular seksual, perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan nifas, pertolongan bayi baru lahir, dan keluarga berencana yang meliputi pemakaian alat kontrasepsi, peningkatan kemandirian ber KB dan kegiatan-kegiatan yang mendukung Program Pembangunan Keluarga Sejahtera (Suryawati, 2007).
Perkembangan dan perubahan kondisi masyarakat pada saat ini sangat mempengaruhi konsep kesehatan reproduksi khususnya mengenai pandangan wanita akan perannya dalam proses reproduksi. Perkembangan teknologi dan media massa berpengaruh juga terhadap perubahan pandangan wanita dalam posisi dan perannya di keluarga dan masyarakat. Mengingat pentingnya peran wanita dalam  membentuk generasi yang sehat dan untuk melakukan proses reproduksi maka perlu adanya keterlibatan wanita dalam  menentukan pengaturan tubuh dan kehidupan reproduksinya (Sulistyorini, 2013).
Masalah kematian ibu dan bayi merupakan masalah Internasional. Komplikasi kehamilan seperti perdarahan, preeklampsia/eklampsia dan aborsi merupakan penyebab utama dari 80% Angka kematian Ibu (Sulistiyanti dan Sunarti, 2015). Berdasarkan kondisi data derajat kesehatan di Indonesia tahun 2010. Setiap negara harusnya memiliki tanggung jawab untuk menanggulangi dan mencegah bertambahnya kematian ibu di masa kehamilan hingga persalinan. Kondisi Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia kenyataan masih tinggi dibanding Negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura serta menunjukkan peningkatan. Berdasarkan SDKI tahun 1992 mencapai 390/100.000 kelahiran hidup, selanjutnya angka tersebut dapat ditekan terus sampai dengan 228 pada tahun 2007, sedangkan pada tahun 2012 mulai naik sampai dengan angka 359 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk mencapai angka yang ditargetkan oleh Millennium Development Goal (MDGs) menjadi 102/100.000 pada tahun 2015 memerlukan kerja keras.  Hingga saat inipun untuk memenuhi program SDG’s dibutuhkan dari seluruh komponen bangsa untuk saling membantu (Rangkuti, 2015).
B.  Tujuan
1.    Mengetahui definisi dari Safe Motherhood.
2.    Mengetahui empat pilar Safe Motherhood.
3.    Mengetahui making pregnancy safer.
4.    Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.  Definisi Safe Motherhood
      Kematian Ibu adalah masalah kesehatan masyarakat yang sensitif di seluruh dunia dan yang pasti angka yang berkaitan dengan kematian ibu sulit didapat. Kematian ibu sangat sulit diukur secara akurat. Bahkan di negara maju dimana hampir semua kematian dicatat, seringkali tidak ada catatan fakta bahwa wanita tersebut hamil atau sesaat sebelum kematian. Di seluruh dunia hampir 600.000 wanita berusia antara 15 sampai 49 tahun meninggal setiap tahun akibat komplikasi yang timbul dari kehamilan dan persalinan. Hal itu adalah bahwa wanita-wanita ini meninggal bukan karena penyakit tapi selama proses menopause normal. Sebagian besar kematian ini dapat dihindari jika tindakan pencegahan dilakukan dan perawatan yang memadai tersedia (Olohiomeru, 2014).
      Dalam jurnal penelitian Sulistiyanti dan Sunarti (2015), komplikasi kehamilan seperti perdarahan, preeklampsia/eklampsia dan aborsi merupakan penyebab utama dari 80% angka kematian ibu (AKI). Berdasarkan kondisi data derajat kesehatan di Indonesia tahun 2010, Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup. Departemen Kesehatan menargetkan penurunan AKI berdasarkan target nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2014 mencapai 118 per 100.000 kelahiran hidup. Target AKI di Indonesia ini masih sangat jauh dari target Millennium Development Goals (MDGs) menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup.
      Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals / MDGs), yaitu pengentasan kemiskinan yang disepakati oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dimana menetapkan target ambisius untuk mengurangi angka kematian ibu pada saat melahirkan. Mereka menyerukan penurunan rasio kematian ibu hamil di dunia sebesar 75% dari tingkat tahun 1990 sampai tahun 2015. Dengan perkiraan 585.000 kematian ibu di saat melahirkan pada tahun 1990, dan hanya sedikit penurunan pada tahun 2000, dan membutuhkan banyak perubahan. Diperlukan selama dekade berikutnya jika MDG kesehatan ibu tercapai (Shiffman dan Okonofua, 2007).
      Penyebab lainnya yaitu belum memadainya cakupan dalam pemeriksaan pra persalinan serta nilai prediktif yang rendah misalnya pada diteksi disproporsi kepala panggul dan presentasi keliru untuk memprediksi terjadinya persalinan obstruktif. Oleh karena itu, untuk mengurangi AKI tersebut pemerintah Indonesia telah melaksanakan program Safe motherhood. Salah satu prioritas utama kebijakan safe motherhood adalah meningkatkan atau menjamin akses pelayanan kesehatan bagi kegawat-daruratan obstetrik (Utarini, 1995). Pengertian dari Safe Motherhood sendiri yaitu upaya kesehatan reproduksi yang meliputi perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, perawatan bayi baru lahir, perawatan nifas, dan praktek keluarga berencana (Suryawati, 2007).
      Status kesehatan bayi merupakan salah satu indikator yang sensitif untuk menilai kesehatan masyarakat di suatu negara. Untuk melahirkan generasi dengan kualitas fisik dan mental yang baik, diperlukan suatu upaya untuk meningkatkan kesehatan maternal agar mampu melahirkan bayi-bayi yang sehat. Umumnya, penyebab kematian pada bayi seperti diare, pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh imunisasi (Djaja et all, 2009).
B.  Empat Pilar Safe Motherhood
      Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood”, yaitu pilar pertama Keluarga Berencana (KB), pilar kedua Pelayanan Antenatal, pilar ketiga Persalinan yang Aman, pilar keempa Pelayanan Obstetri Esensial.
1.      Keluarga Berencana
            Keluarga Berencana adalah salah satu metode untuk mengendalikan jumlah penduduk. Target program keluarga berencana yaitu terkendalinya laju pertumbuhan penduduk serta meningkatnya keluarga kecil bahagia sejahtera. Untuk mencapai sasaran tersebut maka disusun beberapa langkah yaitu meningkatkan pemakaian KB yang lebih efektif dan efisien dalam jangka panjang (Meihartati, 2016).
            Peserta KB baru secara nasional sampai dengan bulan Maret 2012 sebanyak 220.510 peserta. Apabila dilihat per tahun pada pemakaian kontrasepsi, maka dapat dilihat bahwa jumlah peserta IUD sebanyak 137.067 peserta (6,78%), MOW (Metode Operasi Wanita) atau Tubektomi berjumlah 32.503 (1,61%), MOP (Metode Operasi Pria) atau Vasektomi sebanyak 5.382 (0,27%), kondom sebanyak 125.512 (6,21%), implant sebanyak 164.872 (8,16%), suntikan sebanyak 1.008.577 (49,92%), dan pil sebanyak 546.597 (27,05%). Mayoritas akseptor KB baru bulan Maret 2012, paling banyak menggunakan nonmetode kontrasepsi jangka panjang (non MKJP) yaitu 83,18%, sedangkan peserta KB baru yang menggunakan metode jangka panjang seperti IUD, MOW, MOP, dan implant hanya 16,82% (BKKBN, 2013).
2.      Pelayanan Antenatal (ANC)
            Perawatan antenatal merupakan penentu penting tingkat kematian ibu melahirkan dan salah satu komponen dasar perawatan ibu, yang mana kehidupan ibu dan bayi bergantung. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan pelayanan antenatal sebagai variabel dikotomis dengan wanita hamil yang memiliki satu atau lebih kunjungan ke orang yang terlatih (bidan atau dokter) selama kehamilan. Jumlah kunjungan antenatal minimum selama kehamilan yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Dana Anak Bangsa Bersatu adalah empat kali. Komponen asuhan antenatal meliputi: promosi kesehatan yang melibatkan menasihati ibu hamil tentang gizi dan perawatan kesehatan serta konseling untuk mengingatkan perempuan akan tanda bahaya dan memberi mereka rencana kesehatan untuk kelahiran, penilaian, pengambilan riwayat, pemeriksaan fisik, tes skrining untuk HIV dan beberapa penyakit menular seksual lainnya, penyakit kronis dan turun-temurun, deteksi dini dan penanganan komplikasi bila diperlukan, pencegahan malaria, cacing tambang, tetanus, penatalaksanaan penyakit menular seksual, anemia dan kondisi lainnya (KR et al, 2013). Dengan pemeriksaan ANC pada ibu dapat dideteksi sedini mungkin sehingga diharapkan ibu dapat merawat dirinya selama hamil dan mempersiapkan persalinannya. Pentingnya pelayanan ANC karena setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilannya (Manuaba, 2001).
3.      Persalinan yang Aman
            Persalinan merupakan awal dan akhir serta puncak dari semua yang terjadi mulai masa pembuahan sampai pengeluaran. Mudah atau tidaknya proses persalinan akan menentukan kehidupan bayi prenatal. Penolong dan tempat persalinan serta akses pelayanan kesehatan yang sulit mempunyai korelasi yang sangat kuat terhadap kematian ibu dan bayi. Pemilihan penolong persalinan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu pengaruh orang tua, suami dan keluarga dekat bahkan lingkungan sekitar (Parenden, 2015).
            Berdasarkan indikator cakupan pelayanan kesehatan ibu dan anak, pertolongan persalinan sebaiknya ditolong oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, pembantu bidan, dan perawat bidan) tidak termasuk oleh dukun bayi. Persalinan yang dilakukan oleh dukun bayi pada saat ini, masih banyak menggunakan cara-cara tradisional yang dapat berakibat terjadinya komplikasi selama persalinan. Pemeriksaan kehamilan dan persalinan ke petugas kesehatan tidak dilakukan sejak dini oleh semua ibu hamil, dengan alasan mengikuti pengalaman orang tuanya. Kepercayaan masyarakat (ibu) masih tinggi terhadap pelayanan dukun bayi (Prawirohardjo, 2006).
4.      Pelayanan Obstetri Esensial
            Pelayanan obstetri esensial merupakan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya oleh tenaga professional meliputi pemeriksaan kehamilan sesuai dengan standar pelayanan yaitu minimal 4 kali pemeriksaan selama kehamilan, 1 kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III (Erlina dkk, 2013).
            Pelayanan obstetri esensial meliputi fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan tindakan dalam mengatasi risiko tinggi dan komplikasi kehamilan/persalinan. Penolongan persalinan yang tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional berisiko 4,32 kali lebih besar mengalami komplikasi obstetri. Penolong persalinan membutuhkan keterampilan khusus dalam pelayanan obstetri. Persalinan akan berlangsung aman dan lancar bila dilakukan oleh tenaga kesehatan yang profesional, karena bila persalinan dilakukan oleh tenaga yang tidak terlatih dalam pelayanan obstetri dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi pada saat persalinan dan nifas. Tenaga kesehatan yang dianjurkan sebagai penolong persalinan yaitu dokter, bidan dan paramedis (Huda, 2007).
C.   Making Pregnancy Safer
       Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan strategi sektor kesehatan yang ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan dan kesakitan ibu dan bayi. Strategi MPS merupakan tonggak sejarah yang menandai komitmen baru untuk memastikan hak ibu dan bayinya. Strategi MPS disusun berdasarkan pengetahuan epidemiologi yang didapat sejak pencanangan Prakarsa Safe Motherhood di Nairobi tahun 1987. Strategi ini disusun berdasarkan konsensus yang dicapai pada International Conference on Population and Development (ICPD-Cairo, 1994), Konferensi Dunia ke-IV tentang wanita dan pernyataan bersama WHO/UNFPA/UNICEF/World Bank. MPS menyerukan kepada seluruh pihak terkait, seperti pemerintah, masyarakat dan organisasi internasional. Pesan Kunci MPS Kompleksnya masalah kematian ibu memerlukan strategi kesehatan yang memastikan bahwa:
1.    Setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan yang terlatih.
2.    Setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat (memadai).
3.    Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran (Rangkuti, 2015).
Kerangka Pikir MPS dalam Safe Motherhood dukungan yang efektif untuk upaya Safe Motherhood nasional membutuhkan pelaksanaan kegiatan dalam kerangka pikir MPS yang meliputi area:
1.      Membangun Kemitraan
2.      Advokasi
3.      Penelitian untuk Pengembangan
4.      Penyusunan Standar dan Instrumen
5.      Meningkatkan Dukungan Kapasitas, Teknis dan Kebijaksanaan
6.      Monitoring dan Evaluasi
Tujuan MPS Menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di Indonesia. Strategi kegiatan yang akan dilakukan melalui kemitraan dengan pemerintah dan mitranya:
1.      Meningkatkan kapasitas pemerintah.
2.      Menyusun atau memperbaharui kebijaksanaan dan standar nasional pelayanan kebidanan untuk Kesehatan lbu Anak, KB, termasuk pelayanan pasca abortus,pelayanan aborsi bila dilegalkan) dan menyusun kombinasi perundangan untuk mendukung kebijaksanaan dan standar ini.
3.      Membangun sistem yang menjamin pelaksanaan standar ini dengan baik.
4.      Meningkatkan akses kepada pelayanan kesehatan ibu-anak dan pelayanan KB yang efektif dengan memacu investasi sektor pemerintah dan swasta serta mengembangkan pengaturan alternatif (seperti melalui kontrak) untuk memaksimumkan kontribusi pihak swasta pada tujuan nasional.
5.      Mendorong pelayanan di tingkat keluarga dan masyarakat yang mendukungkesehatan ibu anak dan KB.
6.      Meningkatkan sistem untuk monitoring pelayanan kesehatan ibu dan anak.
7.      Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas dalam agenda pembangunan kesehatan nasional dan internasional.
Sebagai komponen penting dari Safe Motherhood nilai tambah Making Pregnancy Safer terletak pada fokus pada sektor kesehatan. Meskipun tujuan Safe Motherhood dan MPS sama, MPS memiliki fokus yang lebih kuat yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap, untuk menjamin pelaksanaan intervensi yang cost-effective dan berdasarkan bukti, yang bertujuan untuk menanggulangi penyebab utama kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Tujuannya adalah menanggulangi penyebab utama kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Perhatian khusus difokuskan pula pada kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat yang diperlukan untuk menjamin agar wanita dan bayi baru lahirnya mempunyai akses terhadap pelayanan yang diperlukan. Dan mau menggunakannya jika dibutuhkan dengan penekanan khusus pada penolong persalinan yang terampil dan penyediaan pelayanan dan berkelanjutan. (Maulidia, 2012)
Indonesia yang telah menjadi anggota WHO sejak tahun 1950 telah melakukan suatu bentuk kerjasama dengan organisasi internasional yang bernaung di bawah PBB tersebut, yang bergerak dalam bidang kesehatan dunia untuk menangani permasalahan AKI ini. Dalam kerjasama ini pemerintah Indonesia khususnya Departemen Kesehatan (Depkes) sangat berperan penting karena dalam pelaksanaan program MPS ini, Depkes mengadopsi langkah strategi yang dicanangkan oleh WHO dan menjalankan dengan maksimal untuk mensukseskan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2015. Empat strategi utama ini yang merupakan strategi yang diadopsi langsung oleh Depkes dari empat strategi MPS global:
1.      Meningkatkan akses dan cakupan pelayanan berkualitas yang cost-effective dan berdasarkan bukti-bukti.
2.      Membangun kemitraan yang efektif melalui kerjasama lintas program, lintas sektor dan kemitraan lainnya untuk melakukan advokasi guna memaksimalkan sumberdaya yang tersedia serta meningkatkan koordinasi perencanaan dan kegiatan MPS.
3.      Mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan mereka untuk menjamin perilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
4.      Mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Suryawati, 2007).
D.  Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kematian Ibu
Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal yang dikelompokkan menurut  McCarthy dan Maine (1992) yang masih dipakai sampai sekarang adalah sebagai berikut :
1.      Determinan dekat
Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian maternal (determinan dekat) yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (komplikasi obstetri) yang berpengaruh langsung terhadap kematian maternal (Depkes RI, 2013).
a.    Komplikasi persalinan
        Komplikasi persalinan adalah kondisi dimana nyawa ibu dan atau janin yang ia kandung terancam yang disebabkan oleh gangguan langsung saat persalinan. Komplikasi persalinan sering terjadi akibat dari keterlambatan penanganan persalinan, dan dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya kematian ibu bersalin. Faktor-faktor yang diduga ikut berhubungan dengan kejadian komplikasi tersebut antara lain usia, pendidikan, status gizi dan status ekonomi ibu bersalin. Komplikasi persalinan merupakan keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi karena gangguan akibat (langsung) dari persalinan (Depkes RI, 2008).
        Komplikasi persalinan merupakan suatu kegawat daruratan obstetrik yang paling sering menyebabkan kematian pada ibu melahirkan. Banyak hal yang dapat menyebabkan terjadinya komplikasi persalinan yaitu status kesehatan ibu yang buruk, status kesehatan reproduksinya, akses ke pelayanan kesehatan, serta prilaku kesehatan yang kurang baik dari ibu itu sendiri. Selain itu kejadian komplikasi persalinan dapat di pengaruhi juga oleh status wanita dalam keluarga dan masyarakat dan status keluarga dalam masyarakat (Misar dkk, 2012).
b.    Komplikasi kehamilan
        Kehamilan merupakan suatu hal yang sangat diharapkan oleh seorang ibu. Pada umumnya 80-90% kehamilan akan berlangsung normal dan hanya 10-12% kehamilan yang disertai dengan penyulit dan komplikasi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada masa kehamilan yaitu perdarahan, pre eklampsia, nyeri hebat didaerah abdominopelvikum, hyperemisis gravidarum, disuria, ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, polihidramnion, makrosomia, dan lain-lain. Komplikasi-komplikasi yang terjadi pada kehamilan tersebut merupakan risiko tinggi bila terjadi pada ibu hamil (Saifuddin AB, 2010).
c.    Komplikasi masa nifas
        Pengertian Nifas merupakan masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim sampai enam minggu berikutnya disertai pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
        Infeksi masa nifas : beberapa bakteri dapat menyebabkan infeksi pasca persalinan, infeksi masa nifas masih merupakan penyebab tertinggi angka kematian ibu (AKI). Infeksi alat genital merupakan komplikasi masa nifas. Infeksi yang meluas ke saluran urinari, payudara, dan pembedahan merupakan penyebab terjadinya AKI tinggi. Gejala umum infeksi dapat dilihat dari suhu, pembengkakan, takikardia dan malaise. Gejala lokalnya berupa uterus lembek, kemerahan, rasa nyeri pada payudara, atau adanya disuria (Bahiyatun, 2009). Infeksi juga merupakan penyebab penting kematian dan kesakitan ibu. Insidensi infeksi nifas sangat berhubungan dengan praktik tidak bersih pada waktu persalinan dan nifas (Saifuddin, 2010).
2.      Determinan antara
            Determinan dekat secara langsung dipengaruhi oleh determinan antara yaitu status kesehatan ibu, status reproduksi, akses ke pelayanan kesehatan, perilaku perawatan kesehatan / penggunaan pelayanan kesehatan dan faktor – faktor lain yang tidak diketahui atau tidak terduga (Depkes, 2013).
a.    Status kesehatan ibu
Status kesehatan ibu terdiri dari status gizi, riwayat komplikasi kehamilan, riwayat persalinan sebelumnya dan penyakit penyerta/riwayat penyakit ibu (jantung dll).
1.    Status gizi
Status gizi merupakan hal yang penting diperhatikan pada masa kehamilan, karena faktor gizi sangat berpengaruh terhadap status kesehatan ibu hamil selama hamil serta guna pertumbuhan dan perkembangan janin. Hubungan antara gizi ibu hamil dengan faktor ekonomi, sosial, atau keadaan lain yang meningkatkan kebutuhan gizi ibu hamil dengan penyakit infeksi tertentu termasuk juga persiapan fisik untuk masa persalinan. Kebutuhan ibu hamil secara garis besar adalah asam folat, energi, protein, zat besi (Fe), kalsium, pemberian suplemen vitamin D terutama pada kelompok berisiko penyakit seksual (IMS) dan dinegara dengan musim dingin yang panjang dan pemberian yodium pada daerah yang endemik kretinisme (Kusmiyati, 2008).
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok rawan kekurangan gizi, karena terjadi peningkatan kebutuhan gizi untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin yang dikandung. Pola makan yang salah pada ibu hamil membawa dampak terhadap terjadinya gangguan gizi antara lain anemia, pertambahan berat badan yang kurang pada ibu hamil dan gangguan pertumbuhan janin (Ojofeitimi, 2008).
2.    Status anemia
Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi placenta terhadap janin. Menurut Depkes RI (2008), batasan anemia adalah:
a)    Laki-laki Dewasa > 13 gram %
b)   Wanita Dewasa > 12 gram %
c)    Anak-anak > 11 gram %
d)   Ibu Hamil > 11 gram %
Jika kehamilan terjadi pada seorang ibu yang telah menderita anemia, maka perdarahan pasca persalinan dapat memperberat keadaan anemia dan berakibat fatal (Saifuddin, 2010).
3.    Riwayat persalinan sebelumnya
Seorang ibu yang pernah mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan seperti keguguran, melahirkan bayi prematur, lahir mati, persalinan sebelumnya dengan tindakan ekstraksi vakum atau forsep dan dengan seksio sesaria merupakan risiko untuk persalinan berikutnya (Kusumawati, 2006).
4.    Riwayat penyakit ibu
Seorang wanita yang mempunyai penyakit-penyakit kronik sebelum kehamilan, seperti jantung, paru, ginjal, diabetes melitus, malaria dan lainnya akan sangat mempengaruhi proses kehamilan dan memperburuk keadaan pada saat proses persalinan serta berpengaruh secara timbal balik antara ibu dan bayi, sehingga dan dapat mengurangi kesempatan hidup wanita tersebut. Ibu yang hamil dengan kondisi terdapat penyakit ini termasuk dalam kehamilan risiko tinggi (Kusumawati, 2006).
5.    Riwayat komplikasi kehamilan
Serang ibu yang pernah mengalami komplikasi dalam kehamilan dan persalinan seperti keguguran, melahirkan bayi prematur, lahir mati, persalinan sebelumnya dengan tindakan dengan ektrasi vakum atau forsep dan dengan seksio sesaria merupakan risiko untuk persalinan berikutnya (Kusumawati, 2006).
Banyak faktor lyang menyebabkan komplikasi obstetri yaitu status gizi ibu, yaitu ibu yang KEK mempunyai risiko 7,9 kali melahirkan BBLR, kemudian ibu yang mempunyai penyakit kronis berhubungan secara bermakna dengan kejadian komplikasi kehamilan dan persalinan. Ibu dengan riwayat komplikasi kehamilan sebelumnya juga akan berisiko mengalami komplikasi obstetri 1,79 kali lebih besar daripada ibu yang tanpa riwayat komplikasi. Tenaga kesehatan juga berperan penting, karena ibu yang persalinannya tidak ditolong oleh tenaga kesehatan berisiko 4,32 kali lebih besar untuk mengalami komplikasi obstetri (Gitta, 2007).
b.    Status reproduksi
Status reproduksi terdiri dari umur ibu, paritas dan jarak kehamilan.
1.    Usia ibu
   Umur ibu saat hamil Usia ibu yang berisiko untuk terjadinya kematian maternal adalah usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Ibu yang hamil pada usia < 20 tahun atau > 35 tahun memiliki risiko untuk mengalami kematian maternal 3,4 kali lebih besar daripada ibu yang berusia 20 – 35 tahun (Fibriana, 2007).
2.    Paritas
   Paritas menunjukkan jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita. Paritas merupakan faktor penting dalam menentukan nasib ibu dan janin baik selama kehamilan maupun selama persalinan. Pada ibu yang primipara (melahirkan bayi hidup) pertama kali, karena pengalaman melahirkan belum pernah, maka kemungkinan terjadinya kelainan dan komplikasi cukup besar baik pada kekuatan his (power), jalan lahir (passage), dan kondisi janin (pasagger). Informasi yang kurang tentang persalinan dapat pula mempengaruhi proses persalinan (Kusumawati, 2006).
3.    Jarak kehamilan
   Jarak kehamilan (jarak kehamilan < 2 tahun dan > 10 tahun merupakan faktor risiko untuk terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan) Jarak antar kehamilan yang terlalu dekat (kurang dari 2 tahun) dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya kematian maternal. Persalinan dengan interval kurang dari 24 bulan (terlalu sering) secara nasional sebesar 15%, dan merupakan kelompok risiko tinggi untuk perdarahan postpartum, kesakitan dan kematian ibu. Jarak antar kehamilan yang disarankan pada umumnya adalah paling sedikit dua tahun, untuk memungkinkan tubuh wanita dapat pulih dari kebutuhan ekstra pada masa kehamilan dan laktasi. Penelitian yang dilakukan di tiga rumah sakit di Bangkok pada tahun 1973 sampai 1977 memperlihatkan bahwa wanita dengan interval kehamilan kurang dari dua tahun memiliki risiko dua setengah kali lebih besar untuk meninggal dibandingkan dengan wanita yang memiliki jarak kehamilan lebih lama (Fibriana, 2007).
c.    Akses terhadap pelayanan kesehatan
        Akses terhadap pelayanan kesehatan terdiri dari ketersediaan dan keterjangkauan. Ketersediaan meliputi tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan (sarana dan tenaga) dengan jumlah, mutu memadai dengan ketersediaan informasi yang dibutuhkan baik berupa penyuluhan, konseling maupun poster tentang tanda bahaya kehamilan, persalinan dan nifas serta informasi lain yang dibutuhkan. Sedangkan keterjangkauan meliputi jarak, waktu, letak geografis dan transportasi (semakin jauh, lama dan lokasi fasilitas pelayanan kesehatan yang sulit, semakin kecil akses ibu hamil untuk mencapainya), serta biaya (semakin mahal biaya, maka akan semakin kecil kemampuan ibu hamil untuk memperoleh pelayanan kesehatan). Akses sarana pelayanan kesehatan merupakan faktor penentu dalam kematian ibu. Komplikasi obstetrik dan kondisi kesehatan lain yang mengakibatkan kematian ibu, memerlukan tenaga kesehatan yang sangat terampil dan terlatih (Hernandez, 2010).
        Menurut Depkes RI (2009), tujuan persiapan persalinan aman adalah agar ibu hamil dan keluarga tergerak merencanakan tempat dan penolong persalinan yang aman, yang mana menurut Kemenkes RI (2011) persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan dan ditolong oleh tenaga kesehatan.Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 mencatat cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih baru mencapai 82,3% (Depkes, 2010). Dari data Riskesdas tersebut, sebanyak 43,2 % ibu hamil melahirkan di rumahnya sendiri, dimana hanya 2,1 % yang mendapat pertolongan oleh dokter, 5,9 % oleh bidan dan 1,4 % oleh tenaga medis lainnya, sisanya sebesar 4 % ditolong keluarga dan yang paling banyak 40,2 % ditolong dukun beranak (Pramudiarja, 2011). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010, persalinan bukan di fasilitas kesehatan di Jawa Barat mencapai 41,5%, dan persalinan oleh dukun.
d.   Perilaku terhadap pelayanan kesehatan
Perilaku terhadap pelayanan kesehatan terdiri dari riwayat KB, asuhan antenatal, penolong pertama persalinan, pelaksanaan rujukan keterlambatan rujukan dan cara persalinan.
Keluarga berencana (KB) menyelamatkan kehidupan perempuan dan mencegah 1 dari 3 kematian ibu dengan menunda kehamilan, memberi jarak kelahiran, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi serta memiliki 2 anak saja (Smith dkk., 2009). Selain itu masih terdapat masalah dalam penggunaan kontrasepsi. Menurut data SDKI Tahun 2007, angka unmetneed 9,1%. Kondisi ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan aborsi yang tidak aman, yang pada akhirnya dapat menyebabkan kesakitan dan kematian ibu (Kemenkes, 2010).
a)      Pemeriksaan antenatal Menurut
      Kemenkes RI (2010), pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan. Pengertian antenatal care adalah perawatan kehamilan. Pelayanan perawatan kehamilan merupakan pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan standar pelayanan antenatal care yang sudah ditetapkan. Sedangkan tujuan pelaksanaan pelayanan antenatal antara lain : memantau kemajuan kehamilan serta memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi, meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta janin, mengenali secara dini kelainan atau komplikasi yang mungkin terjadi selama hamil, mempersiapkan persalinan cukup bulan; melahirkan dengan selamat dan mengurangi sekecil mungkin terjadinya trauma pada ibu dan bayi, mempersiapkan ibu untuk menjalani masa nifas dan mempersiapkan pemberian asi eksklusif, mempersiapkan peran ibu dan keluarga untuk menerima kelahiran dan tumbuh kembang bayi.
Pemeriksaan antenatal dilakukan minimal 4 kali selama kehamilan, yaitu 1 kali saat trimester 1, 1 kali saat trimester 2, dan 2 kali saat trimester 3. Saat melakukan ANC setidaknya ada 7 standar yang harus dilakukan yaitu “7T” : Timbang berat badan, Ukur (Tekanan) darah, Ukur (Tinggi) fundus, Pemberian Imunisasi (Tetanus Toksoid) TT lengkap, Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan, Tes terhadap Penyakit Menular Seksual, Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan.
b)      Pelaksanaan rujukan
Sebagian besar komplikasi obstetri terjadi pada saat persalinan berlangsung. Untuk itu diperlukan tenaga profesional yang dapat secara cepat mengenali adanya komplikasi yang dapat mengancam jiwa ibu dan sekaligus melakukan penanganan tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu. Angka kematian maternal akan dapat diturunkan secara adekuat apabila 15% kelahiran ditangani oleh dokter dan 85% ditangani oleh bidan. Rasio ini paling efektif bila bidan dapat menangani persalinan normal, dan dapat secara efektif merujuk 15% persalinan yang mengalami komplikasi kepada dokter (Fibriana, 2007).
c)      Cara persalinan
persalinan sectio caesarea Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo dan Chakrawati, 2010).
Apabila wanita tidak dapat melahirkan secara normal maka tenaga medis akan melakukan persalinan alternatif untuk membantu pengeluaran janin (Bobak et.al, 2005). Oleh karena itu ada satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan yaitu.
Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui irisan pada dinding perut dan dinding uterus. Persalinan sectio caesarea harus dipahami sebagai salah satu jalan untuk menolong persalinan jika persalinan normal tidak dapat dilakukan dengan tujuan tercapai bayi lahir sehat dan ibu juga selamat. Pertimbangan medis dilakukannya persalinan caesar antara lain karena faktor dari ibu hamil dan faktor janin. Faktor ibu antara lain ibu berpenyakit jantung, paru, ginjal, atau tekanan darah tinggi atau pada ibu dengan komplikasi preeklampsia / eklampsia atau ibu dengan kelelahan saat persalinan. Selain itu keadaan yang mendesak kehamilan dengan pendarahan, perjalanan persalinan yang terhambat, kesempitan panggul, kelainan letak janin dalam rahim, kelainan posisi kepala di jalan lahir dan persalinan lama merupakan alasan yang dibenarkan secara medis untuk dilakukan persalinan sectio caesarea. Faktor janin antara lain gawat janin akibat air ketuban kurang, posisi bayi sungsang, pertumbuhan janin kurang baik, dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, dkk., 2009).
Persalinan sectio caesarea, yang adalah jalan keluar jika persalinan pervaginam (normal) tidak memungkinkan ternyata juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut bersumber dari risiko kematian dan infeksi yang lebih tinggi dibandingkan persalinan pervaginam. Hasil penelitian oleh Sadiman dan Ridwan (2009) menyatakan Angka Kematian Ibu (AKI) dengan persalinan sectio caesarea sebesar 40-80 setiap 100.000 kelahiran hidup, sementara risiko kematian ibu pada persalinan section caesarea meningkat 25 kali dan risiko infeksi 80 kali lebih tinggi dibandingkan persalinan pervaginam.
d)     Penolong pertama persalinan
Pemilihan penolong persalinan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mencari pertolongan dalam menghadapi proses persalinan. Adapun tenaga penolong persalinan yakni orang-orang yang biasa memeriksa wanita hamil atau memberikan pertolongan selama persalinan dan nifas.
Menurut Prawirohardjo (2009) bahwa tenaga yang dapat memberikan pertolongan selama persalinan dapat dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kesehatan yakni mereka yang mendapatkan pendidikan formal seperti; dokter spesialis, dokter umum bidan dan perawat, sedangkan yang bukan tenaga kesehatan yaitu dukun bayi , baik yang terlatih maupun yang tidak terlatih.
e)      Keterlambatan rujukan
Sesuai pernyataan (Manuaba, dkk., 2008). rujukan harus dilakukan pada keadaan ibu dan anak masih baik dan rujukan yang dilakukan seharusnya pada saat kehamilan bukan saat persalinan, sehingga tujuan sistem rujukan tercapai.
Selain itu, menurut (Bossyns dkk., 2006) dinyatakan pula tujuan utama sistem rujukan obstetri yaitu memberikan pelayanan yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan ibu hamil, sehingga kesehatan ibu hamil dan bersalin mencapai tingkat optimal.
3.    Determinan jauh
     Di lain pihak, terdapat juga determinan jauh yang akan mempengaruhi kejadian kematian maternal melalui pengaruhnya terhadap determinan antara, yang meliputi faktor sosio–kultural dan faktor ekonomi, seperti status wanita dalam keluarga dan masyarakat, status keluarga dalam masyarakat dan status masyarakat (Depkes RI, 2013).
a.    Tingkat pendidikan ibu
        Pendidikan yang ditempuh oleh seseorang merupakan salah satu faktor demografi yang sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan individu maupun masyarakat. Seseorang dengan pendidikan yang tinggi, akan mudah menerima informasiinformasi kesehatan dari berbagai media dan biasanya ingin selalu berusaha untuk mencari informasi tentang hal hal yang berhubungan dengan kesehatan yang belum diketahuinya. Informasi kesehatan yang cukup terutama pada ibu-ibu hamil, terutama masalah kehamilan dan persalinan diharapkan akan dapat merubah perilaku hidup sehat termasuk dalam perilaku pemeriksaan kehamilan atau Antenatal Care (Kusumawati, 2006).
b.    Status pekerjaan
        Status pekerjaan perempuan dan suami medukung dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan, namun, pada penelitian yang dilakukan di Indonesia membuktikan bahwa status perempuan yang berkerja dan pekerjaan suami tidak mempunyai dampak signifikan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan pada fasilitas pelayan kesehatan (Kristiana, 2009).
c.    Wilayah tempat tinggal
        Letak geografis sangat menentukan terhadap pelayanan kesehatan dalam pelaksanaan antenatal care. Ibu hamil yang tinggal ditempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolisir dan transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama, sementara ibu hamil harus memeriksakan kehamilannya (Meilani dkk, 2009).
        Jarak yang mudah terjangkau dan tersedianya fasilitas yang memadai akan memberi kemudahan bagi ibu hamil untuk memeriksakan kehamilannya dan bisa melaksanakan antenatal care sehingga jika terdapat keadaan gawat darurat dapat segera ditangani (Yeyeh, 2009).



DAFTAR PUSTAKA
Bahiyatun. 2009. Buku Ajar Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
BKKBN. 2013. Laporan Umpan Balik Analisis dan Evaluasi Data Hasil Pelkon dan Dallap Provinsi Jawa Barat.
Bobak, Lowdermilk, dan Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Bossyns P, Abache R, Abdoulaye MS, Miye M, Depoorter AM, Lerberge WV. 2006.        Monitoring the referral system through benchmarking in rural Niger:An      evaluation of functional relation between health centers and the district          hospital. BMC Health Service Research. Volume 6(51): 1-7.
Depkes R.I.  2008. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta
Depkes RI. 2009. Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS-KIA). Jakarta.
Depkes RI. 2009. Pedoman Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta.
Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Djaja, Sarimawar, Joko Irianto, Lamria Pangaribuan. 2009. Tren Lahir Mati dan Kematian Neonatal di Indonesia, Hasil Survei Kesehatan Tahun 1995-2007. Jurnal Ekologi Kesehatan. Volume 8 (2) : 937-945.
Erlina, Rahma, TA Larasati, Betta Kurniawan. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan Di Puskesmas Rawat Inap Panjang Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. Volume  2 (4) : 29-34.
Fibriana, A. I. (2007) Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal (studi kasus di kabupaten cilacap). Tesis, Program Studi Magister Epidemiologi, Program Pasca Sarjana, UNDIP.
Gitta, A. 2007. Hubungan Jarak Kehamilan Dengan Kejadian BBLR di RSD Panembahan Senopati Bantul. Junal Unja. Volume 10 (12):1-5.
Huda, Lasmita Nurul. 2007. Hubungan Status Reproduksi, Status Kesehatan, Akses Pelayanan Kesehatan dengan Komplikasi Obstetri di Banda Sakti, Lhokseumawe Tahun 2005. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 1 (6) : 275-281.
Kemenkes RI. 2010. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. Jakarta : Kemenkes RI.
Kemenkes RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Jakarta:      Direktorat Bina Gizi.
KR, Adewoye, et al. 2013. Knowledge and Utilization of Antenatal Care Services by Women of Child Bearing Age in Ilorin-East Local Government Area, North Central Nigeria. International Journal of Science and Technolog. Volume 3 (3) : 188-193.
Kristiana Sari. 2010. Sumber Makanan Bergizi. Yogyakarta: Nuha Medika.
Kusmiyati Yuni dkk. 2008. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta; Fitramaya.
Kusumawati, Yuli. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terhadap Persalinan           Dengan Tindakan (Tesis). Universitas Diponogoro: Semarang. 
Manuaba IBG. 2001. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Maulidia, Rahmah. 2012. Lack of Education Safe Motherhood in Girls Boarding School in Ponorogo. Conference Proceedings. Annual International Conference on Islamic Studies.
McCarthy J, Maine D. 1992. A framework for analyzing the determinants of maternal mortality. Stud Fam Plann. 1992 Jan-Feb. Volume 23(1):23-33
Meihartati, Tuti. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi Implant Di Wilayah Kerja Puskesmas Darul Azhar Kabupaten Tanah Bumbu. Jurnal Delima Azhar. Volume 2 (1) : 57-65.
Meilani, N dkk. 2009. Kebidanan Komunitas. Yogyakarta: Fitramaya.
Misar, Yuliana. 2012. Faktor Risiko Komplikasi Persalinan Pada Ibu Melahirkan di Kabupaten Gorontalo Utara. Tesis. Universitas Hasanuddin. Makasar.
Ojofeitimi EO, Ogunjuyigbe PO, Sanusi, et al. 2008. Poor Dietary Intake of Energy and Retinol among Pregnant Women: Implications for Pregnancy Outcome in Southwest Nigeria. Pak. J. Nutr. Volume 7(3):480-484.
Olohoiomeru, Ikhioya Grace. 2014. Maternal Mortality and the Safe Motherhood Programme in Nigeria: Implication for Reproductive Health. International Journal of Education and Research. Volume 2 (10) : 15-26.
Parenden, Relik Diana, G. D. Kandou, J. M. Pangemanan. 2015. Analisis Keputusan Ibu Memilih Penolong Persalinan Di Wilayah Puskesmas Kabila Bone. JIKMU. Volume 5 (2a) : 362-372.
Prawirohardjo. 2006. Dokumentasi Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Rangkuti, Saddiyah. 2015.  “Upaya Menekan Kematian Ibu Melahirkan”. Jurnal Ilmiah Research Sains. Volume 1 (3): 16-22.
Saifuddin, A.B., 2010. Kematian Ibu dan Perinatal, dalam: Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi IV. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Shiffman, J, dan FE Okonofua. 2007. The State Of Political Priority For Safe Motherhood In Nigeria. BJOG An International Journal of Obstetrics and Gynaecology. Volume 114 (10) : 127-133.
Siswosuharjo S, Fitria C. 2010. Panduan Hamil Sehat. Semarang: Penebar Plus.
Smith, G.C. Pell, J.P. Walsh, D. 2006. Pregnancy complication and maternal risk of ischemic heart disease. Lancet. Volume 357 : 202-206.
Suhermi. 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta : Fitramaya.
Sulistiyanti, Anik, dan sunarti. 2015. Kajian Pelaksanaan Pelayanan Antenatal Care oleh Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Masaran Sragen. Jurnal Ilmiah Rekam Medis dan Informatika Kesehatan. Volume 5 (2): 42-50.
Sulistyorini, Yuli, Nunik Puspitasari, dan Diah Indriani. 2013.  “Peningkatan Peran Wanita di Masyarakat terhadap Hak Reproduksi pada Wanita Usia Subur di Kota Surabaya”. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. Volume 2 (2) : 167-172.
Suryawati, Chriswardani. 2007. Faktor Sosial Budaya dalam Praktik Perawatan Kehamilan, Persalinan, dan Pasca Persalinan (Studi di Kecamatan Bnagsri Kabupaten Jepara). Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. Volume 2 (1): 21-31.
Utarini, Adi. 1995. Mengapa Wanita Tidak Memilih Bersalin di Rumah Sakit?. Berita Kedokteran Masyarakat. Volume 11 (2) : 47-56.
Yeyeh, Rukiyah dkk.  2009. Asuhan Kebidanan I. Jakarta: Trans Info Media.