Rabu, 30 November 2016

Uji Sensitifitas


UJI SENSITIVITAS





            Disusun oleh :
Nama               :Suhanda                     I1A015002
Matin Ayu Dini          I1A015037
Siti Istikomah I.         I1A015043
Nafiah Nuzul F.         I1A015047
Dwi Ayu Putri S        I1A015060
Maharani K.             I1A015103
Aulia Mutiara K.       I1A015105
Rani Iftika N.            I1A015121
Rombongan     : II
Kelomppok     : 4
Asisten            : Durrotun Ekha An Nuur






LAPORAN PAKTIKUM MIKROBIOLOGI



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
PROGAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016



I. PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Zat antimikroba adalah istilah umum yang mengacu pada setiap senyawa yang termasuk antibiotik, antimikroba makanan, pembersih, disinfektan, dan zat lainnya yang bertindak terhadap mikroorganisme (Liasi dkk, 2009). Antimikroba adalah senyawa yang dapat  membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme atau menghambat pertumbuhannya. Senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik, dan yang dapat membunuh bakteri disebut bakterisida. Zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas tidak membahayakan inang. Toksisitas selektif dapat berupa fungsi dari suatu reseptor khusus yang dibutuhkan untuk perlekatan obat atau dapat bergantung pada penghambat (Gobel, 2008).
Sifat antimikroba dapat berbeda satu dengan lainnya. Umumnya penicilin bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram positif, sedangkan bakteri gram negatif pada umumnya tidak peka terhadap penicilin, streptomicin memiliki sifat sebaliknya, tetrasiclin akti terhadap beberapa gram negatif maupun gram positif. Berdasakan sifat ini anti mikroba dibagi menjadi 2 kelompok yaitu berspektrum luas dan berspektrum sempit. (Lay, 1990).

B.     Tujuan

1.    Mengetahui uji sensitivitas.
2.    Mengetahui perbedaan antara antibiotik, desinfektan, dan antiseptik.








II.                MATERI DAN METODE
A.  Materi
Alat-alat yang digunakan pada praktikum uji sensitivitas yaitu cawan petri, tabung reaksi, cotton bud steril, pipet tetes steril, pembakar spiritus, pinset, dan kertas cakram. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu desinfektan (alkohol), antibiotik (erythromycin), antiseptik (povidone iodine),

B.     Metode
1.    Desinfektan
Cotton bud I
 


-          Dimasukkan ke dalam peptone water
-         
Cawan Petri
Diulaskan pada permukaan sampel (meja)

Diulaskan pada cawan yang berisi media
Cotton bud II
di bagian before (B)

-          Dimasukkan ke dalam disinfektan (pemutih)
-         
Cotton bud III
Diulaskan pada permukaan sampel (meja)

-          Dimasukkan ke dalam peptone water
-          Diulas pada permukaan sampel yang sudah diulas oleh disinfektan ()
Cawan Petri
 


-          Diulaskan  pada sisi cawan petri after (A)
-          Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC




1.     
Cotton Bud
Antibiotik

-          Dicelupkan ke dalam biakan bakteri
Cawan Petri
 


-         
Pipetukur
Diulaskan pada seluruh permukaan cawan agar secara merata

-
Cawan Petri
     Ambil cairan antibiotic (Erytromycin) sebanyak 1 ml

-          Dituangkan pada cawan, kemudian diratakan menggunakan drugalsky
KertasCakram
 


-          Diambil dengan pinset
-          Diletakkan di tengah cawan petri
-          Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37oC
-          Amati daerah hambatan pertumbuhan, ukur diameter zona hambatnya.
-          Untuk menguukur sensitivitas antibiotik, bandingkan dengan tabel penilaian diameter zona hambat
2.      Anti
Jempol tangan yang belum terkena alkohol
septik


-          Ditempelkan pada sisi cawan petri before (B)
Jempol tangan yang sama
 
                                                 
-          Diberi antiseptik (povidone iodine)
-          Ditempelkan pada sisi cawan petri after (A)
-          Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37o

III.             HASIL DAN PEMBAHASAN
A.Hasil
B.Pembahasan
Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Zat antimikroba ini terdiri dari desinfektan, antibiotik dan antiseptik. Ketiganya memiliki kegunaan yang berbeda-beda untuk setiap benda (Lay, 1990).
Desinfektan merupakan suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah. Desinfektan digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan dan kontaminasi dengan mikroba. Disinfeksi mempunyai daya kerja terhadap vegetatif dari mikroorganisme, tetapi belum tentu mematikan sporanya. Kelompok utama desinfektan, yaitu fenol, alkohol, aldehid, halogen, logam berat, detergen, dan kemosterilisator gas (Lay, 1990).
Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh berbagai spesies mikroorganisme, terutama berupa jamur dan bakteri tanah, dan bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Antibiotik mempunyai khasiat bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu atau beberapa mikroorganisme lain yang rentan terhadap antibiotik.. Sifat toksis senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri (efek bakteriostatik) dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri (efek bakterisid) yang kontak dengan antibiotik tersebut (Sumardjo, 2009).
Masyarakat kuno China, Yunani, dan mesir sudah mengetahui untuk menggunakan jamur dan tumbuhan untuk menyembuhkan infeksi. Sepanjang  sejarah, penyakit infeksi telat disembuhkan dengan berbagai macam varietas obat herbal, seperti Quinine yang sudah lama digunakan sebagai obat malaria. Di masa modern, ditemukan pertama kali oleh Ernest Duchesme, menjelaskan antibakterial dari Penicillium sp. di tahun 1897. Selanjutnya diikuti oleh Fleming’s di tahun 1928. Antibiotik yang asli pertama kali adalah Salvarsan, sebuah penyembuhan untuk Sifilis ditemukan oleh Paul Ehrlich setelah tugasnya di arsenic dan kompon metal lain di German pada tahun 1909. Idenya memanfaatkan penentuan pewarnaan mengawali keberhasilan perkembangan broad-spectrum antibiotics pertama. Gerhard Domagsk, seorang patologi, menemukan ini Bayer laboratorium pada tahun 1932. Antibiotik dapat dijelaskan sebagai agen farmakologi yang secara selektif membunuh atau menghambat perkembangan dari sel bakteri dengan sedikit efek atau tidak memiliki efek pada host mammalia. Antibiotik dapat mencegah replikasi lebih lanjut dari bakteri dan bergantung pada sistem imune secara utuh untuk menghilangkan infeksi sementara itu antibiotik bakterisidal membunuh bakteri (Oxford University Press, 2009).
Menurut Gupte (1990), mekanisme kerja antibiotik antara lain :
1.    Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba
          Ada antibiotik yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik ini meliputi penisilin, sepalosporin, sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan.
      Peptidoglikan pada  bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu,  gangguan pada sintesis komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya dilakukan selama pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit, sehingga kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Kegiatan kedua enzim ini harus seimbang satu sama lain untuk menjaga agar sintesis tetap normal.
   Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadium dan antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan. Sikloserin terutama menghambat enzim racemase dan sintetase yang berperan dalam pembentukan dipeptida. Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh basitrasin, ristosetin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu menghambat transpeptidase. Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu dinding sel luar bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Struktur dinding sel mamalia tidak sama dengan dinding sel bakteri, sehingga antibiotik yang mempunyai aktivitas mengganggu sintesis dinding sel mempunyai toksisitas selektif sangat tinggi. Oleh karena itu antibiotik tipe ini merupakan antibiotik yang sangat berharga.
2.    Antibiotik mengganggu membran sel mikroba
               Dinding sel bakteri bagian bawah adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari dan ke dalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan sangat lethal terhadap sel .
      Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin, valinomisin) dan antibiotik polyene (amphoterisin, nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan molekul lipoprotein yang dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen chelating yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran, dapat meningkatkan permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis.
Beberapa antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai ion dphores yaitu senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu biokimia sel, misalnya gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran sel setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin lebih aktip terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene hanya bekerja pada fungi tetapi tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas ini, karena mereka bekerja berikatan dengan sterol yang ada pada membran fungi dan organisme yang lebih tinggi lainnya.
Secara in vitro, polyene dapat menyebabkan hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol sebagai tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat digunakan untuk infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia hemolitik. Kerusakan membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen penting di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain dapat mengalir keluar. Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh karena itu antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif kecil dibanding antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam penggunaan sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi toksisitasnya dapat digunakan secara topical.
3.    Antibiotik menghambat sintesis protein dan asam nukleat mikroba
Sel mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu mensintesis protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA, gangguan sintesis protein akan berakibat sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini meliputi aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, kloramphenikol, novobiosin, puromisin. Penghambatan biosintesis protein pada sel prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke media bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh kembali setelah antibiotik berkurang dari sel kecuali streptomisin yang mempunyai aktivitas bakterisida. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot diperkirakan sitotoksik.
      Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid sangat toksik terhadap sel mamalia, oleh karena itu tidak digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin mempunyai toksisitas relatif  kecil bila digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin menghambat biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin berikatan dengan ribosom 50s. Streptomisin berikatan dengan ribosom 30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat merupakan bagian yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Pertumbuhan sel kebanyakan tergantung pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk transkripsi dan menentukan informasi sintesis protein dan enzim.
Jenis-jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA, masing-masing mempunyai peranan pada sintesis protein. Begitu pentingnya asam nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau RNA dapat memblokir pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai mekanisme kegiatan seperti ini pada umumnya kurang selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia. Antimikroba ini umumnya bersifat sitotoksik terhadap sel mamalia. Sehingga penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati dan selektif,  yaitu yang sifat sitotoksik-nya masih dapat diterima. Seperti asam nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangat kuat dalam menghambat pertumbuhan, maka antimikroba dengan mekanisme seperti ini sering digunakan sebagai anti-tumor.
Ada beberapa bakteri menunjukkan efek yang berbeda pada antibiotik yang berbeda, beberapa tahan, ada yang sensitif dan cukup sensitif terhadap antibiotik.  Ada antibiotik yang efektif terhadap mikroorganisme, tetapi kenyataannya  tidak menghambat semua mikroorganisme. beberapa mikroorganisme tahan alami, sementara beberaparesistensi baik dengan mengubah permeabilitas, atau dengan memproduksi enzim yang menginaktivasi antibiotik atau dengan memodifikasi sasaran situs atau dengan plasmid dimediasi resisten (Nakade, 2012).
Faktor yang mempengaruhi zona hambat:
Menurut Greenwood (1995), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona penghambat dan harus dikontrol adalah sebagai berikut :
1        Konsentrasi mikroba pada permukaan medium. Semakin tinggi konsentrasi mikroba maka zona pengahambatan akan semakin kecil.
2        Kedalaman medium pada cawan petri. Semakin tebal medium pada cawan petri maka zona pengahambat akan semakin kecil.
3        Nilai pH dari medium. Beberapa antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi asam dan beberapa basa alkali/basa.
4        Kondisi aerob atau anaerob. Beberapa antibakterial kerja terbaiknya pada kondisi aerob yang lainnya pada kondisi aerob.
       Menurut Sumarno (2002), faktor yang mempengaruhi zona hambat adalah sebagai berikut:
1.      Kekeruhan suspensi bakteri. Kurang keruh, zona hambat lebih besar. Lebih keruh diameter zona hambatan makin sempit.
2.      Waktu pengeringan/pengeresapan suspensi bakteri kedalam Moellerhiton Agar. Tidak boleh lebih dari batas waktu yang dibolehkan. Karena dapat mempersempit diameter zona hambatan,
3.      Temperatur inkubasi. Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi dilakukan pada 35oC, kadang-kadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya.
4.      Waktu inkubasi. Hampir semua cara menggunakan waktu inkubasi 16-18 jam. Kurang dari 16 jam pertumbuhan bakteri belum sempurna sehingga sukar dibaca/diameter zona hambatan lebih besar. Lebih dari 18 jam pertumbuhan lebih sempurna sehingga zona hambatan makin sempit.
5.      Tebalnya agar-agar. Ketebalan agar-agar sekitar 4 mm. Kurang dari itu difusi obat lebih cepat, lebih dari itu difusi obat akan terjadi lambat.
6.      Jarak antara disc obat. Yang dianjurkan minimal 15 mm, untuk menghindari terjadinya zona hambatan yang tumpang tindih.
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut (Entjang, 2001):
a.    Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin efektif terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
b.    Antibiotika spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini terutama efektif untuk melawan satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.
Menurut McCoy (2000), mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri, aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotik dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% fungi dan 10% oleh bakteri. Streptomyces merupakan penghasil antibiotik yang paling besar jumlahnya. Bakteri juga banyak yang menghasilkan antibiotik terutama Bacillus. Namun kebanyakan antibiotik yang dihasilkan bakteri adalah polipeptida yang terbukti kurang stabil, toksik dan sukar dimurnikan. Antibiotik yang dihasilkan fungi pada umumnya juga toksik, kecuali grup penisilin (Suwandi, 1989).
Peningkatan jumlah kasus resistensi mikroba patogen terhadap antibiotik, akhirakhir ini memicu peningkatan pencarian sumber senyawa antimikroba yang baru (Nofiani dkk., 2009). Salah satu sumber potensial penghasil senyawa antibiotik adalah fungi yang diisolasi dari tanah, misalnya Fusarium (javanisin), Penicilium (penisilin) dan Aspergillus (fumigasin). Campuran mikroba dalam tanah mungkin mengandung spesies yang mempunyai potensi untuk aplikasi fermentasi antibiotik (Suwandi, 1989).



























IV.             PENUTUP
A.      Kesimpulan

1.      Zat antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
2.      Disenfektan adalah senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada benda mati.
3.      Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup.
4.      Antibiotik adalah bahan yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dalam jumlah tertentu mampu menekan, menghambat, ataupun mikrooganisme.
B.       Saran

Adapun saran dalam praktikum ini yaitu sebaiknya untuk peralatan praktikum lebih dilengkapi lagi agar tidak  saling meminjam karena dapat menghambat proses kerja pada saat praktikum. Praktikum sebaiknya dilakukan dengan keadaan steril agar mikroorganisme yang akan ditumbuhkan pada media pertumbuhan tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain. Penggunakan alat-alat juga harus mengikuti prosedur penggunaan yang tepat sehingga hasil dapat lebih akurat dan alat tidak cepat rusak.












DAFTAR PUSTAKA
Dhanaraj. B, Nakade. 2012. Antibiotic sensitivity of common Bacterial Pathogens against selected Quinolones. ISCA Journal of Biological Sciences. Vol. 1(1):77-79.
Djide, M. Natsir. 2008.Analisis Mikrobiologi Farmasi. Fakultas MIPA, Jurusan Farmasi, Uninersitas  Hasanuddin : Makassar.
Entjang. 2001. Mikrobiologi dan Parasitologi. PT Citra Aditya Bakti : Bandung.
Gobel, B. 2002. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas Hasanidin,Makasar
Greenwood. 1995. Mikrobiologi. UGM Press. Yogyakarta.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Erlangga, Jakarta
Lay. 1990. Mikrobilogi. Rajawali Press, Jakarta
Nofiani R, Nurbetty S, Sapar A. 2009. Aktivitas antimikroba ekstrak metanol berasosiasi bakteri dengan spons dari Pulau Lemukutan Kalimantan Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 1(2): 33-41.
Oxford University Press. 2009. Principles of antibiotic therapy [Internet]. ISSN 1743-1824.
Soekarjdjo, Siswandoro. 1995. Kimia Medical. Airlangga University Press.
Sumarno. 2000. Teknik Dasar Pemeliharaan Mikroba. Intan Prawira. Jakarta.
Suwandi U. 1989. Mikroba penghasil antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No. 58.


2 komentar: