Selasa, 13 Maret 2018

Laporan Praktikum Sanitasi Lingkungan dan Makanan Acara 3 Pemeriksaan Boraks


ACARA 3
PEMERIKSAAN BORAKS




Disusun Oleh :
NAMA                          : SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM                               : I1A015043
KELAS                         : A
KELOMPOK               : 5
ROMBONGAN           : 1



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017


    
A.  Latar Belakang
       Teknologi pengolahan pangan di Indonesia sekarang berkembang pesat, diiringi dengan penggunaan BTP yang semakin meningkat. Berkembangnya produk pengawet, terjadi karena semakin tingginya kebutuhan masyarakat terhadap berbagai jenis makanan yang praktis dan bertahan lama. Kesalahan dalam pemanfaatan teknologi dan penggunaan BTP baik sengaja maupun tidak sengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen (Anggrahini, 2008).
       Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang terpenting dan juga merupakan faktor yang sangat esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan. Keamanan pangan merupakan masalah yang harus mendapatkan perhatian khusus dalam penyelenggaraan upaya kesehatan secara keseluruhan. Salah satu masalah keamanan makanan di Indonesia adalah masih rendahnya pengetahuan, keterampilan dan tanggungjawab produsen pangan tentang mutu dan keamanan makanan, terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga (Amelia dkk, 2014). Salah satu masalah pangan yang masih memerlukan pemecahan masalah yaitu penggunaan BTP. Peranan Bahan Tambahan Pangan (BTP) khususnya bahan pengawet menjadi semakin penting sejalan dengan kemajuan teknologi produksi BTP sintetis. Banyaknya BTP dalam bentuk lebih murni dan tersedia secara komersil dengan harga yang relatif murah akan mendorong meningkatnya pemakaian BTP. Hal ini berarti meningkatkan konsumsi bahan tersebut bagi setiap individu (Cahyadi, 2008).
       Menurut Simpus (2005) menyebutkan bahwa boraks adalah sebagai salah satu BTP. Boraks ini dinyatakan dapat menganggu kesehatan bila digunakan dalam makanan. Efek negatif yang dapat ditimbulkan dapat berjalan lama meskipun yang digunakan dalam jumlah sedikit. Efek yang diakibatkan berupa gangguan pada susunan syaraf pusat, ginjal, dan hati. Ginjal merupakan organ paling mengalami kerusakan dibandingkan dengan organ lain. Dosis fatal untuk orang dewasa sebesar 15-20 gram dan untuk anak-anak sebesar 3-6 gram. Produsen makanan banyak menambahkan boraks ke dalam produknya, salah satunya adalah penambahan boraks ke dalam bubur.
B.  Tujuan
Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan boraks pada sampel makanan berupa bubur.
C.  Tinjauan Pustaka
1.    Pengertian Boraks
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama Natrium tetraborat dan berbentuk kristal lunak. Meskipun asam borat dan boraks keduanya mengandung boron, namun keduanya adalah senyawa dengan molekul yang berbeda. Keduanya merupakan senyawa yang beracun jika tertelan. Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai menjadi Natrium hidroksida serta asam borat. Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata.  Secara lokal boraks dikenal sebagai bleng (berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong, dan bakso (Fardiaz, 2007).
Menurut peraturan Menteri kesehatan RI No.722/Menkes/ IX/1988, asam borat dan senyawanya merupakan salah satu dari jenis bahan tambahan makanan yang dilarang digunakan dalam produk makanan.  Karena asam borat dan senyawanya merupakan senyawa kimia yang mempunyai sifat karsinogen.  Meskipun boraks berbahaya bagi kesehatan ternyata masih banyak digunakan oleh masyarakat sebagai bahan tambahan makanan, karena selain berfungsi sebagia pengawet, boraks juga dapat memperbaiki tekstur hingga lebih kenyal dan lebih disukai konsumen (Aminah, 2009).
Menurut Riandini (2008), karakteristik boraks antara lain:
a.    Warna adalah jelas bersih
b.    Kilau seperti kaca
c.    Kristal ketransparanan adalah transparan ke tembus cahaya
d.   Sistem hablur adalah monoklin
e.    Perpecahan sempurna di satu arah
f.     Warna lapisan putih
g.    Mineral yang sejenis adalah kalsit, halit, hanksite, colemanite, ulexite dan garam asam bor yang lain.
h.    Karakteristik yang lain yaitu suatu rasa manis yang bersifat alkali.
2.    Dampak Negatif dari Penggunaan Borak
Mengkonsumsi boraks dalam makanan tidak secara langsung berakibat buruk, namun sifatnya terakumulasi (tertimbun) sedikit-demi sedikit dalam organ hati, otak dan testis. Boraks tidak hanya diserap melalui pencernaan namun juga dapat diserap melalui kulit. Boraks yang terserap dalam tubuh dalam jumlah kecil akan dikeluarkan melalui air kemih dan tinja, serta sangat sedikit melalui keringat. Boraks bukan hanya menganggu enzim-enzim metabolisme tetapi juga menganggu alat reproduksi pria (Triastuti dkk, 2013).
Boraks dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen atau bersifat akumulasi (penumpukan). Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar). Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan demam, anuria, koma, depresi, dan apatis (gangguan yang bersifat sarafi). Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10-20 g atau lebih (Rohman, 2007).
3.    Fungsi dari Boraks
Boraks bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat). Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu boraks juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas, bahan pembersih atau pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu. Asam borat dan boraks telah lama digunakan sebagai aditif dalam berbagai makanan. Sejak asam borat dan boraks diketahui efektif terhadap ragi, jamur dan bakteri, sejak saat itu mulai digunakan untuk mengawetkan produk makanan (Aminah dan Himawan, 2009).
4.    Ciri-ciri makanan yang mengandung boraks
Menurut Putri (2011), untuk mengetahui makanan yang mengandung boraks ciri-cirinya sebagai berikut:
a.    Mi basah:
Teksturnya kental, lebih mengkilat, tidak lengket, dan tidak cepat putus.
b.    Bakso
Teksturnya sangat kental, warna tidak kecoklatan seperti penggunaan daging, tetapi lebih cenderung keputihan.
c.    Lontong dan bubur
Teksturnya sangat kenyal, berasa tajam, sangat gurih, dan memberikan rasa getir.
d.   Kerupuk
Teksturnya renyah dan bisa menimbulkan rasa getir.
 D.  Metode
1.    Alat
a.       Pipet ukur
b.      Tensball
c.       Cawan porselin dan penggerus
d.      Tabung reaksi
e.       Gelas kimia
f.       Timbangan
g.      Pengaduk
2.    Bahan
a.       Bubur
b.      Air panas
c.       Boraks Test Kit
3.    Prosedur Kerja
Siapkan alat dan bahan
Haluskan sampel dengan cawan dan penggerus
Timbang bubur 1 gr dan tambahkan dengan air panas 2-3 ml di gelas ukur, aduk.
Tambahkan 10-20 tetes pereaksi I Boraks, kocok
Diamkan selama 10 menit
Celupkan ujung pereaksi II  (kertas curcuma) ke tabung reaksi
Anginkan-anginkan selama ± 10 menit                                                                                                        
Jika kertas curcuma tidak berubah warna menjadi merah maka sampel tidak mengandung boraks
 
E.  Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, hasil yang didapatkan dari pemeriksaan dengan metode Boraks Test Kit yaitu tidak terjadi perubahan warna merah pada kertas curcuma. Artinya, sampel makanan yaitu bubur tidak  mengandung boraks.
Tabel 4.1. Hasil uji Boraks Test Kit pada sampel bubur
 Sampel
Reaksi Warna
Hasil
Bubur
Tidak terjadi perubahan warna menjadi merah
Negatif
F.   Pembahasan
Dari hasil praktikum pemeriksaan boraks pada sampel makanan diperoleh hasil negatif, hal ini ditunjukkan tidak berubahnya warna kertas curcuma dari yang semula berwarna kuning setelah dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung sampel makanan berupa bubur tidak terjadi perubahan warna menjadi warna merah. Boraks merupakan suatu kristal lunak yang mengandung unsur boron, boraks memiliki nama kimia natrium tetrabonat (Na2B4O7 10 H2O), boraks dalam air berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Aminah, 2009). Dalam penambahan bahan berbahaya ini bertujuan untuk membuat bubur lebih kenyal dan lebih tahan lama (Kresnadipayana dan Dwi, 2016).
Penambahan boraks dalam makanan yang dijualbelikan baik oleh masyarakat ataupun industri karena berorientasi ekonomis. Orientasi ini berupa target pencapaian keuntungan usaha dengan memberikan kepuasan konsumen melalui berbagai cara walaupun menggunakan bahan berbahaya sekalipun. Kondisi lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap munculnya kasus penambahan boraks pada makanan seperti bubur. Pengawasan oleh instansi berwenang yang lemah juga memiliki peran yang penting bagi munculnya kasus-kasus kandungan boraks pada bubur yang diproduksi atau diperdagangkan oleh masyarakat (Handoko, 2010).
G. Kesimpulan
      Dari praktikum acara kali ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sampel kelompok kami yang berupa bubur, tidak mengandung boraks. Hal ini dibuktikan dengan uji Boraks Test Kit dengan hasil kertas curcuma yang tidak berwarna merah. Bubur yang digunakan sebagai sampel tidak memiliki ciri-ciri bubur yang mengandung boraks.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, dkk. 2014. Identifikasi dan Penentuan Kadar Boraks dalam Lontong yang Dijual di Pasar Raya Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 3(3): 459- 461.
Aminah dan Himawan. 2009. Bahan-Bahan Berbahaya dalam Kehidupan. Bandung: Salamadani.
Aminah. 2009. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Anggrahini. Sri. 2008. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius.

Cahyadi, W. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fardiaz, S. 2007. Uji Kandungan Formalin, Boraks, dan Pewarna Rhodamin B pada Produk Perikanan dengan Metode Spot Test. Berkala Ilmiah Perikanan. Volume 3(2): 28-43.

Handoko, J, Anita S, Jose C. 2010. Aspek Lingkungan Sosial dan Potensi Munculnya Perilaku Penambahan Boraks dalam Produksi Makanan di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol 2(4): 128-138.
 Kresnadipayana, Dian, Dwi Lestari. 2016. Penentuan Kadar Boraks pada Kurma dengan Metode Spektrofometri UV-VIS. Jurnal Wiyata. Vol. 4(1): 23-30.
 Putri, P. 2011. Identifikasi Boraks dalam Makanan. Semarang: Politeknik Kesehatan Press.
Riandini, N. 2008. Bahan Kimia dalam Makanan dan Minuman. Bandung: Shakti Adiluhung.
 Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar.: Yogyakarta.

Simpus. 2005. Bahaya Boraks: Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta: Intisari Pustaka Utama.
 Triastuti, E, Fatimawali, Max Revolta John Runtuwene. 2013. Analisis Boraks pada Tahu yang diproduksi di Kota Medan. Farmasi. Vol. 2(1): 69-74.


LAMPIRAN
Dokumentasi
Deskripsi

Dilakukannya penelitian boraks pada sampel bubur

Hasil penelitian kandungan boraks pada kertas curcuma tidak mengubah warna, sehingga hasil pemeriksaan negatif

Setelah selesai praktikum, alat yang digunakan dibersihkan kembali

0 komentar:

Posting Komentar