Selasa, 13 Maret 2018

Laporan Praktikum Sanitasi Lingkungan dan Makanan Acara 1 Parameter Lingkungan


LAPORAN PRAKTIKUM
SANITASI LINGKUNGAN DAN MAKANAN




Disusun Oleh :
NAMA                          : SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM                               : IA015043
KELAS                         : A
KELOMPOK               : 5
ROMBONGAN           : 1



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017




ACARA 1
PEMERIKSAAN PARAMETER LINGKUNGAN





Disusun Oleh :
NAMA                          : SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM                               : I1A015043
KELAS                         : A
KELOMPOK               : 5
ROMBONGAN           : 1



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017







A.  Latar Belakang
       Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia telah membawa dampak pada perubahan peradaban masyarakat. Di era globalisasi menunjukkan perubahan yang cepat menuju masyarakat informasi. Salah satu ciri dari masyarakat informasi adalah menghabiskan sebagian besar waktunya berada di dalam ruangan. Lingkungan fisik yang terdapat di dalam ruangan merupakan faktor yang signifikan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Cahyadi, 2010).
       Ketidaknyamanan atau gangguan kesehatan yang disebabkan karena lingkungan fisik dapat menyebabkan dampak negatif. Perwujudan Lingkungan fisik di ruangan merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Lingkungan fisik meliputi keadaan suhu udara, kelembaban udara, pencahayaan, dan kebisingan. Kondisi lingkungan fisik ruangan akan mempengaruhi orang yang berada di ruangan tersebut. Lingkungan fisik yang nyaman akan sangat dibutuhkan manusia untuk dapat beraktivitas secara optimal dan produktif oleh karena itu lingkungan fisik harus di desain dengan baik (Corue, 2013).
       Suhu dan kelembaban penting untuk dipantau, Karena dapat dengan langsung mempengaruhi kenyamanan tubuh manusia. Pengaruh kebisingan terhadap manusia secara fisik tidak saja menganggu organ pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh lain seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung (Sasongko, 2000). Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam perancangan ruang. Dengan demikian intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian kebutuhan penglihatan di dalam ruang berdasarkan aktivitas-aktivitasnya. Arah cahaya terhadap arah pandang mata secara langsung dengan intensitas tinggi dapat menyilaukan mata. Oleh karena itu arah cahaya beserta efek-efek pantulan atau pembiasannya juga perlu diatur untuk menciptakan kenyamanan penglihatan di ruangan (Santosa, 2007).
B.  Tujuan
1.    Mengukur suhu yang ada di lobby gizi Unsoed.
2.    Menginterpretasikan hasil pengukuran suhu di lobby gizi  Unsoed berdasarkan parameter yang ditetapkan.
3.    Mengukur kelembaban yang ada di lobby gizi Unsoed.
4.    Menginterpretasikan hasil pengukuran kelembaban di lobby gizi Unsoed berdasarkan parameter yang ditetapkan.
5.    Mengukur pencahayaan yang ada di lobby gizi Unsoed.
6.    Menginterpretasikan hasil pengukuran pencahayaan di lobby gizi Unsoed berdasarkan parameter yang ditetapkan.
7.    Mengukur kebisingan yang ada di lobby gizi Unsoed.
8.    Menginterpretasikan hasil pengukuran kebisingan di lobby gizi Unsoed berdasarkan parameter yang ditetapkan.
C.  Tinjauan Pustaka
1.    Suhu
Pengukuran suhu suatu benda dan pengukuran diberbagai tempat pada dasarnya merupakan pengukuran yang tidak langsung. Pada proses pengukuran, umumnya terjadi perpindahan panas dari tempat yang akan diukur suhunya ke alat pengukur suhu. Suhu yang terbaca pada alat pengukur suhu adalah suhu setelah terjadi kesetaraan, suhu antara benda yang diukur tersebut dengan alat pengukur suhu. Jadi, bukan suhu suatu tempat pada saat sebelum terjadi kontak antara benda yang akan diukur tersebut dengan alat pengukur. Alat pengukur suhu disebut therrmometer. Thermometer pada dasarnya merupakan instrumen yang terdiri dari bahan yang perubahan sifat fisiknya jelas, karena perubahan suhu dapat mudah diukur. Suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul suatu benda (Lakitan, 2002).
2.    Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering dan uap air. Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air per satuan volume. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah hygrometer (Chandra, 2015).
Menurut Santoso (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kelembaban:
a.    Ketinggian tempat
b.    Tekanan udara
c.    Radiasi matahari
d.   Angin
e.    Suhu
f.     Kerapatan vegetasi
3.    Pencahayaan
Pencahayaan yang baik adalah pencahayaan yang memungkinkan orang yang berada di tempat atau ruangan dapat melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat, dan tanpa upaya-upaya yang tidak perlu (Achmadi, 2005). Pencahayaan yang cukup dan diatur dengan baik akan membantu menciptakan lingkungan yang nyaman. Intensitas pencahayaan yang sesuai dengan tempatnya dan kebutuhannya akan meningkatkan produktivitas kerja. Secara umum jenis pencahayaan dibedakan menjadi pencahayaan alami dan pencahayaan buatan (Tarwaka dan Bakri, 2015).
Cahaya buatan dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
a.    Cahaya langsung
Cahaya  ini  memancarkan  langsung  dari  sumbernya  kearah  permukaan  meja. Apabila memakai lampu biasa, cahaya bersifat sangat tajam dan bayangan yang ditimbulkan sangat tegas. Cahaya ini melelahkan mata dan menyilaukan.
b.    Cahaya setengah langsung
Cahaya  ini  memancar  dari  sumbernya  dengan  melalui  tudung  lampu  yang  biasanya  terbuat  dari  gelas  yang  berwarna  seperti  susu.  Cahaya  ini  tersebar  sehingga   bayangan yang   ditimbulkan   tidak   begitu   tajam.   Akan   tetapi   kebanyakan  cahaya  tetap  langsung  jatuh  ke  permukaan  meja  dan  memantul.
c.    Cahaya setengah tidak langsung
Penerangan ini terjadi dari cahaya yang sebagian besar merupakan pantulan dari langit-langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui tudung kaca. Cahaya ini sudah lebih baik daripada cahaya setengah tidak langsung karena sifat dan bayangan yang diciptakan sudah tidak begitu tajam dibandingkan dengan cahaya setengah langsung.
d.   Cahaya Tidak Langsung
Cahaya ini sumbernya memancarkan kearah langit-langit ruangan, kemudian baru dipantulkan ke arah meja. Hal ini memberikan cahaya yang lunak dan tidak memberikan bayangan yang tajam. Langit-langit merupakan sumber cahaya bagi ruang kerja, karena itu langit-langit mempunyai daya pantul yang tinggi. Sifat cahaya ini benar-benar sudah lunak, tidak mudah menimbulkan kelelahan mata karena cahaya tersebar merata keseluruh penjuru. Sistem penerangan ini merupakan sistem penerangan yang terbaik (Cahyadi, 2010).
Menurut Chandra (2005), sistem pencahayaan yang tidak didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan. Pengaruh dari pencahayaan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan:
a.    Kelelahan mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja
b.    Kelelahan mental
c.    Keluhan pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata
d.   Kerusakan indra mata
4.    Kebisingan
a.    Definisi Kebisingan
Sampai saat ini banyak definisi yang digunakan untuk istilah kebisingan. Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari getaran-getaran yang tidak teratur dan periodik. Adapula yang mengartikan bahwa kebisingan adalah suara yang tidak mengandung kualitas musik (Arjana dkk, 2012).
1)   Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 48/MENLH/11/1996
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
2)   Menurut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
b.    Jenis-Jenis Kebisingan
Menurut Huboyo dkk (2015), kebisingan dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk dasar:
1)   Intermitten Noise (Kebisingan Terputus-Putus)
Intermittten Noise adalah kebisingan dimana suara timbul dan menghilang secara perlahan-lahan. Termasuk dalam intermitten noise adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh suara kendaraan bermotor dan pesawat terbang yang tinggal landas.
2)   Steady State Noise (Kebisingan Kontinyu)
Dinyatakan dalam nilai ambang tekanan suara (sound pressure levels) diukur dalam octave band dan perubahan-perubahan tidak melebihi beberapa dB per detik, atau kebisingan dimana fluktuasi dari intensitas suara tidak lebih 6dB, misalnya: suara kompressor, kipas angin, gergaji sekuler, dan katub gas.
3)   Impact Noise
Impact noise adalah kebisingan dimana waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak intensitasnya tidak lebih dari 35 detik, dan waktu yang dibutuhkan untuk penurunan sampai 20 dB di bawah puncaknya tidak lebih dari 500 detik. Atau bunyi yang mempunyai perubahan-perubahan besar dalam octave band. Contoh suara pukulan palu, suara tembakan meriam/senapan dan ledakan bom.
c.    Akibat dari Kebisingan yang tidak Memenuhi NAB
Menurut Moekijat (2002), kebisingan yang tidak memenuhi NAB dapat menyebabkan:
1)   Gangguan mental
2)   Kesulitan untuk berkonsentrasi
3)   Kelelahan bertambah
d.   Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas adalah faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Permenakertrans No. PER. 13/MEN/X/2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja NAB kebisingan yang ditetapkan di Indonesia adalah sebesar 85 dBA. Akan tetapi NAB bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang ada (Tarwaka dan Bakri, 2015).
D.  Metode
1.    Alat dan Bahan
a)    Praktikum Pengukuran Suhu
1)   Alat
-       Thermometer ruangan
-       Alat tulis
-       Form pengukuran
2)   Bahan
-       Tempat penelitian (lobby gizi)
b)   Praktikum Pengukuran Kelembaban
1)   Alat
-       Hygrometer
-       Alat Tulis
-       Form Pengukuran
2)   Bahan
-       Tempat penelitian (lobby gizi)
c)    Praktikum Pengukuran Pencahayaan
1)   Alat
-  Lux meter
-  Alat Tulis
-  Form Pengukuran
a)    Bahan
1)   Tempat penelitian (lobby gizi)
2.    Prosedur Kerja
a.    Pengukuran Suhu
Siapkan alat dan bahan
Biarkan 10 menit
Kemudian baca angka suhu yang ditunjukkan garis merah
Catat hasil penelitian
Tentukan titik sampling, lakukan pengukuran di tengah ruangan
Buat formulir untuk mencatat pengukuran

b.    Pengukuran Kelembaban
Siapkan alat dan bahan
Tentukan titik sampling
Hitung selisih suhu basah dan kering, lihat angka di bawah nilai selisih tersebut kemudian catat.
Letakkan hygrometer di titik sampling, biarkan selama 10 menit
Isi tabung kecil di bawah suhu wet pada hygrometer
dengan air sebanyak ½ bagian

c.    Pengukuran Pencahayaan
Siapkan alat dan bahan
Atur jarak antara pengukuran dengan alat 50 cm
Pakaian yang dipakai pengukur harus gelap
Tentukan titik sampling
Lakukan kalibrasi pada lux meter
Arahkan alat pada sumber cahaya
Tekan off dan hitung nilai rata-rata
Tunggu angka stabil, lakukan 3 kali setiap titik sampling dan catat
Tinggi alat dengan lantai 85 cm

d.   Kebisingan
Siapkan alat dan bahan
Pegang SLM dengan jarak 0,5 dari operator dan ketinggian 1,2-1,5 m dari permukaan lantai
Pembacaan dilakukan setiap 5 detik
Hitung bising sinambung dengan rumus
Catat pada lembar kerja
Tentukan titik sampling

E.  Hasil
1.    Suhu
Dari hasil pengukuran suhu yang dilakukan di lobby gizi Unsoed diperoleh hasil pengukuran suhu sebesar 270C.
2.    Kelembaban
Dari hasil pengukuran kelembaban yang dilakukan di lobby gizi Unsoed diperoleh kelembaban sebesar 100% setelah dilakukan perhitungan selisih antara suhu basah dan suhu kering yang menunjukkan angka sama yaitu 250C.
3.    Pencahayaan
Dari luas lobby gizi Unsoed yang melebihi 10 m2 maka dilakukan pengukuran pada 5 titik sampling yaitu pada setiap sudut dan tengah ruangan yang diulangi sebanyak 3 kali pada setiap titik.
No.
Sudut 1
Sudut 2
Sudut 3
Sudut 4
Tengah
1.       
138 lux
127 lux
172 lux
115 lux
88 lux
2.       
153 lux
102 lux
172 lux
119 lux
95 lux
3.       
163 lux
95 lux
160 lux
86 lux
105 lux
454 lux
324 lux
504 lux
320 lux
288 lux

4.    Kebisingan
Dari hasil pengukuran kebisingan di lobby gizi Unsoed dilakukan sebanyak 20 kali dengan 5 pengukuran pertama dan 5 pengukuran terakhir tidak dipakai hasilnya.
Hasil pengukurannya sebagai berikut:
No.
Intensitas Kebisingan
No.
Intensitas Kebisingan
1.
59.6
11.
62.4
2.
59
12.
62.3
3.
59.1
13.
60.4
4.
61.4
14.
61.9
5.
62.3
15.
65
6.
60.1
16.
66
7.
57.2
17.
61
8.
59.5
18.
59.8
9.
63.1
19.
61.4
10.
65.1
20.
61.1

F.   Pembahasan
1.    Suhu
Dari hasil penelitian suhu di lobby gizi didapatkan nilai 270C. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri NAB suhu di ruangan sebesar 180C-280C sehingga dalam lobby gizi telah memenuhi persyaratan suhu. Dengan pemenuhan suhu yang sesuai standar akan berdampak pada kenyamanan orang yang berada di lobby tersebut.
2.    Kelembaban
Berdasarkan Permenkes nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 NAB kelembaban udara adalah sebesar 40%-60%, sedangkan setelah dilakukan pengukuran kelembaban di lobby gizi didapatkan hasil sebesar 100% sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi persyaratan. Pada saat dilakukan pengukuran dilakukan saat musim penghujan. Oleh karena itu saat suhu rendah maka kelembapan menjadi tinggi. Hal ini terjadi karena suhu sangat erat kaitannya dengan kelembaban.
3.    Pencahayaan
Pencahayaan yang digunakan di lobby gizi adalah pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami didapatkan dari sinar matahari yang dimanfaatkan untuk penerangan di siang hari, sedangkan untuk penerangan pada malam hari digunakan pencahayaan buatan yang bersumber dari lampu. Dari hasil pengukuran didapatkan bahwa pencahayaan di lobby gizi sudah memenuhi standar. Hal ini terjadi karena saat pengukuran pencahayan dilakukan pada siang hari. Penerangan alami masuk melalui pintu yang terbuat dari kaca. Didapatkan hasil pengukuran sebesar 126 lux. Berdasarkan Keputusan Menteri tahun 2002 disebutkan bahwa NAB pencahayaan minimal sebesar 100 lux, sehingga pencahayaan di lobby gizi telah memenuhi standar.
4.    Kebisingan
Menurut Permenkes nomor 718 tahun 1987 dijelaskan bahwa NAB kebisingan untuk suatu instansi pendidikan, yaitu sebesar 45-55 dB,  sedangkan setelah dilakukan pengukuran kebisingan di lobby gizi didapatkan nilai sebesar 61,7 dB yang berarti tidak memenuhi NAB. Kebisingan yang ada di lobby gizi Unsoed berasal dari berbagai macam sumber seperti aktivitas pembangunan Dekanat untuk Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan, serta perbincangan diantara orang-orang yang terdapat di lobby. Namun, kebisingan yang terjadi di lobby gizi tidak memerlukan pengendalian yang berarti, karena kebisingan yang terjadi masih bisa ditolerir.
G. Kesimpulan
1.    Didapatkan bahwa pada hasil pengukuran suhu di lobby gizi didapatkan nilai sebesar 270C.
2.    Suhu di lobby gizi telah sesuai dengan standar NAB.
3.    Didapatkan bahwa pada hasil pengukuran kelembaban di lobby gizi didapatkan nilai sebesar 100%.
4.    Kelembaban di lobby gizi tidak memenuhi dengan standar NAB.
5.    Didapatkan bahwa pada hasil pengukuran pencahayan di lobby gizi didapatkan nilai sebesar 126 lux.
6.    Pencahayaan di lobby gizi telah sesuai dengan standar NAB.
7.    Didapatkan bahwa pada hasil pengukuran kebisingan di lobby gizi didapatkan nilai sebesar 61.7 dB.
8.    Kebisingan di lobby gizi telah sesuai dengan standar NAB

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U.F. 2005. Pencemaran Udara dan Gangguan Penyakit Pernafasan Non Infeksi. Jakarta: Kompas.

Arjana, Ida Ayu Made Sri. 2012. Kualitas Udara dalam Ruang Kerja. Jurnal Skala Husada. Vol. 8(2): 178-183.

Cahyadi, Dwi. 2010. Pengukuran Lingkungan Fisik Kerja dan Workstation di Kantor Pos Pusat Samarinda. Jurnal Eksis. Vol. 7(2):30-34.

Chandra, Budiman. 2005. Udara dan Pencemaran Udara. Jakarta: EGC.

Corue, Indira Prasasti. 2013. Pengaruh Kualitas Udara dalam Ruangan Ber-AC terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 1(2): 160-169.

Huboyo, Haryono S. Titik Isrokhatun. Endro Sutrisno. 2015. Kualitas Udara dalam Ruang di Daerah Parkir Basement dan Parkir Upperground. Jurnal Presipitasi. Vol 13(1): 8-12.

Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Moekijat. 2002. Tata Laksana Kantor. Bandung: Mandar Maju.

Santosa, Adi. 2007. Pengahawaan pada Interior Rumah Sakit: Studi Kasus Ruang Rawat Inap Utama Gedung Lukas Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Sasongko, D.P. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang: Unnes Press.

Tarwaka, dan Bakri. 2015. Kurangnya sirkulasi udara menyebabkan gangguan kesehatan dan kenyamanan karyawan di Basement Hotel. Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Vol 3(1): 26-33.
LAMPIRAN

Dokumentasi
Deskripsi

Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan atau intensitas suara. Alat untuk mengukur intensitas kebisingan disebut Sound Level Meter atau yang biasanya disingkat menjadi SLM.


Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara. Alat untuk mengukur kelembaban disebut hygrometer.

Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan. Alat untuk mengukur intensitas pencahayaan disebut dengan hygrometer.








Dokumentasi
Deskripsi


Alat untuk mengukur suhu disebut dengan thermometer. Gambar di samping adalah thermometer yang digunakan untuk mengukur suhu ruangan.

0 komentar:

Posting Komentar