LAPORAN PRAKTIKUM
SANITASI LINGKUNGAN DAN MAKANAN
Disusun Oleh :
NAMA :
SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM :
IA015043
KELAS :
A
KELOMPOK : 5
ROMBONGAN : 1
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017
ACARA 1
PEMERIKSAAN PARAMETER LINGKUNGAN
Disusun Oleh :
NAMA :
SITI ISTIKOMAH ISNAENI
NIM :
I1A015043
KELAS :
A
KELOMPOK : 5
ROMBONGAN : 1
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN
PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
2017
A. Latar
Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
di dunia telah membawa dampak pada perubahan peradaban masyarakat. Di era
globalisasi menunjukkan perubahan yang cepat menuju masyarakat informasi. Salah
satu ciri dari masyarakat informasi adalah menghabiskan sebagian besar waktunya
berada di dalam ruangan. Lingkungan fisik yang terdapat di dalam ruangan merupakan
faktor yang signifikan yang mempengaruhi derajat kesehatan (Cahyadi, 2010).
Ketidaknyamanan atau gangguan kesehatan
yang disebabkan karena lingkungan fisik dapat menyebabkan dampak negatif. Perwujudan
Lingkungan fisik di ruangan merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Lingkungan
fisik meliputi keadaan suhu udara, kelembaban udara, pencahayaan, dan
kebisingan. Kondisi lingkungan fisik ruangan akan mempengaruhi orang yang
berada di ruangan tersebut. Lingkungan fisik yang nyaman akan sangat dibutuhkan
manusia untuk dapat beraktivitas secara optimal dan produktif oleh karena itu
lingkungan fisik harus di desain dengan baik (Corue, 2013).
Suhu dan kelembaban penting untuk
dipantau, Karena dapat dengan langsung mempengaruhi kenyamanan tubuh manusia.
Pengaruh kebisingan terhadap manusia secara fisik tidak saja menganggu organ
pendengaran tetapi juga dapat menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh lain
seperti penyempitan pembuluh darah dan sistem jantung (Sasongko, 2000).
Pencahayaan merupakan salah satu faktor yang penting dalam perancangan ruang.
Dengan demikian intensitas cahaya perlu diatur untuk menghasilkan kesesuaian
kebutuhan penglihatan di dalam ruang berdasarkan aktivitas-aktivitasnya. Arah
cahaya terhadap arah pandang mata secara langsung dengan intensitas tinggi
dapat menyilaukan mata. Oleh karena itu arah cahaya beserta efek-efek pantulan
atau pembiasannya juga perlu diatur untuk menciptakan kenyamanan penglihatan di
ruangan (Santosa, 2007).
B. Tujuan
1.
Mengukur
suhu yang ada di lobby gizi Unsoed.
2.
Menginterpretasikan
hasil pengukuran suhu di lobby
gizi Unsoed berdasarkan parameter yang
ditetapkan.
3.
Mengukur
kelembaban yang ada di lobby gizi
Unsoed.
4.
Menginterpretasikan
hasil pengukuran kelembaban di lobby
gizi Unsoed berdasarkan parameter yang ditetapkan.
5.
Mengukur
pencahayaan yang ada di lobby gizi
Unsoed.
6.
Menginterpretasikan
hasil pengukuran pencahayaan di lobby
gizi Unsoed berdasarkan parameter yang ditetapkan.
7.
Mengukur
kebisingan yang ada di lobby gizi
Unsoed.
8.
Menginterpretasikan
hasil pengukuran kebisingan di lobby
gizi Unsoed berdasarkan parameter yang ditetapkan.
C. Tinjauan
Pustaka
1. Suhu
Pengukuran suhu suatu benda dan pengukuran diberbagai
tempat pada dasarnya merupakan pengukuran yang tidak langsung. Pada proses
pengukuran, umumnya terjadi perpindahan panas dari tempat yang akan diukur
suhunya ke alat pengukur suhu. Suhu yang terbaca pada alat
pengukur suhu adalah suhu setelah terjadi kesetaraan, suhu antara benda yang
diukur tersebut dengan alat pengukur suhu. Jadi, bukan suhu suatu
tempat
pada saat sebelum terjadi kontak antara benda yang akan diukur tersebut dengan
alat pengukur. Alat pengukur suhu disebut therrmometer. Thermometer pada
dasarnya merupakan instrumen yang terdiri dari bahan yang perubahan sifat
fisiknya jelas, karena perubahan suhu dapat mudah diukur. Suhu adalah ukuran
energi kinetik rata-rata dari pergerakan molekul suatu benda (Lakitan,
2002).
2. Kelembaban
Kelembaban adalah banyaknya
kandungan uap air di atmosfer. Udara atmosfer adalah campuran dari udara kering
dan uap air. Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang
dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak. Kelembaban mutlak adalah kandungan
uap air per satuan volume. Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara
adalah hygrometer (Chandra, 2015).
Menurut Santoso (2007), faktor-faktor yang
mempengaruhi kelembaban:
a.
Ketinggian tempat
b.
Tekanan udara
c.
Radiasi matahari
d.
Angin
e.
Suhu
f.
Kerapatan vegetasi
3. Pencahayaan
Pencahayaan yang baik adalah
pencahayaan yang memungkinkan orang yang berada di tempat atau ruangan dapat
melihat objek-objek yang dikerjakan secara jelas, cepat, dan tanpa upaya-upaya
yang tidak perlu (Achmadi, 2005). Pencahayaan yang cukup dan diatur dengan baik
akan membantu menciptakan lingkungan yang nyaman. Intensitas pencahayaan yang
sesuai dengan tempatnya dan kebutuhannya akan meningkatkan produktivitas kerja.
Secara umum jenis pencahayaan dibedakan menjadi pencahayaan alami dan
pencahayaan buatan (Tarwaka dan Bakri, 2015).
Cahaya buatan dapat dibedakan menjadi empat
macam yaitu:
a. Cahaya
langsung
Cahaya ini memancarkan
langsung dari sumbernya
kearah permukaan meja. Apabila memakai lampu biasa, cahaya
bersifat sangat tajam dan bayangan yang ditimbulkan sangat tegas. Cahaya ini
melelahkan mata dan menyilaukan.
b. Cahaya
setengah langsung
Cahaya ini memancar
dari sumbernya dengan
melalui tudung lampu
yang biasanya terbuat
dari gelas yang
berwarna seperti susu.
Cahaya ini tersebar
sehingga bayangan yang ditimbulkan
tidak begitu tajam.
Akan tetapi kebanyakan
cahaya tetap langsung
jatuh ke permukaan
meja dan memantul.
c. Cahaya
setengah tidak langsung
Penerangan ini terjadi dari cahaya yang sebagian besar merupakan pantulan
dari langit-langit dan dinding ruangan, sebagian lagi terpancar melalui tudung
kaca. Cahaya ini sudah lebih baik daripada cahaya setengah tidak langsung
karena sifat dan bayangan yang diciptakan sudah tidak begitu tajam dibandingkan
dengan cahaya setengah langsung.
d. Cahaya
Tidak Langsung
Cahaya ini sumbernya memancarkan kearah langit-langit ruangan, kemudian
baru dipantulkan ke arah meja. Hal ini memberikan cahaya yang lunak dan tidak
memberikan bayangan yang tajam. Langit-langit merupakan sumber cahaya bagi
ruang kerja, karena itu langit-langit mempunyai daya pantul yang tinggi. Sifat
cahaya ini benar-benar sudah lunak, tidak mudah menimbulkan kelelahan mata
karena cahaya tersebar merata keseluruh penjuru. Sistem penerangan ini
merupakan sistem penerangan yang terbaik (Cahyadi, 2010).
Menurut Chandra (2005), sistem pencahayaan yang tidak
didesain dengan baik akan menimbulkan gangguan atau kelelahan penglihatan.
Pengaruh dari pencahayaan yang kurang memenuhi syarat akan mengakibatkan:
a. Kelelahan
mata sehingga berkurangnya daya dan efisiensi kerja
b. Kelelahan
mental
c. Keluhan
pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata
d. Kerusakan
indra mata
4. Kebisingan
a.
Definisi Kebisingan
Sampai saat ini banyak definisi yang digunakan untuk istilah
kebisingan. Bising dapat diartikan sebagai suara yang timbul dari
getaran-getaran yang tidak teratur dan periodik. Adapula yang mengartikan bahwa
kebisingan adalah suara yang tidak mengandung kualitas musik
(Arjana dkk, 2012).
1) Menurut
Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. 48/MENLH/11/1996
Kebisingan
adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan
waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan
lingkungan.
2)
Menurut
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. PER. 13/MEN/X/2011
Kebisingan adalah semua suara yang
tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau
alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran.
b.
Jenis-Jenis Kebisingan
Menurut Huboyo dkk (2015), kebisingan
dapat diklasifikasikan dalam 3 bentuk dasar:
1) Intermitten
Noise (Kebisingan Terputus-Putus)
Intermittten Noise adalah kebisingan
dimana suara timbul dan menghilang secara perlahan-lahan. Termasuk dalam intermitten noise adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh suara kendaraan
bermotor dan pesawat terbang yang tinggal landas.
2) Steady
State Noise (Kebisingan Kontinyu)
Dinyatakan
dalam nilai ambang tekanan suara (sound
pressure levels) diukur dalam octave
band dan perubahan-perubahan tidak
melebihi beberapa dB per detik, atau kebisingan dimana fluktuasi dari
intensitas suara tidak lebih 6dB, misalnya: suara kompressor, kipas angin,
gergaji sekuler, dan katub gas.
3) Impact
Noise
Impact
noise adalah kebisingan dimana waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak
intensitasnya tidak lebih dari 35 detik, dan waktu yang dibutuhkan untuk
penurunan sampai 20 dB di bawah puncaknya tidak lebih dari 500 detik. Atau
bunyi yang mempunyai perubahan-perubahan besar dalam octave band. Contoh suara pukulan palu, suara tembakan
meriam/senapan dan ledakan bom.
c.
Akibat
dari Kebisingan yang tidak Memenuhi NAB
Menurut
Moekijat (2002), kebisingan yang tidak memenuhi NAB dapat menyebabkan:
1) Gangguan mental
2) Kesulitan untuk berkonsentrasi
3) Kelelahan bertambah
d.
Nilai Ambang Batas Kebisingan
Nilai Ambang Batas adalah faktor tempat
kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam
sehari atau 40 jam seminggu. Menurut Permenakertrans No. PER. 13/MEN/X/2011
tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja NAB
kebisingan yang ditetapkan di Indonesia adalah sebesar 85 dBA. Akan tetapi NAB
bukan merupakan jaminan sepenuhnya bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko
akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang ada (Tarwaka dan Bakri,
2015).
D. Metode
1. Alat
dan Bahan
a)
Praktikum
Pengukuran Suhu
1)
Alat
-
Thermometer
ruangan
-
Alat
tulis
-
Form
pengukuran
2)
Bahan
-
Tempat
penelitian (lobby gizi)
b)
Praktikum
Pengukuran Kelembaban
1)
Alat
-
Hygrometer
-
Alat
Tulis
-
Form
Pengukuran
2)
Bahan
-
Tempat
penelitian (lobby gizi)
c)
Praktikum
Pengukuran Pencahayaan
1)
Alat
- Lux meter
- Alat Tulis
- Form Pengukuran
a)
Bahan
1)
Tempat
penelitian (lobby gizi)
2. Prosedur
Kerja
a.
Pengukuran
Suhu
Siapkan alat dan bahan
|
Biarkan 10 menit
|
Kemudian baca angka suhu yang ditunjukkan
garis merah
|
Catat hasil penelitian
|
Tentukan titik sampling, lakukan
pengukuran di tengah ruangan
|
Buat formulir untuk mencatat pengukuran
|
b.
Pengukuran Kelembaban
Siapkan alat dan bahan
|
Tentukan titik sampling
|
Hitung selisih suhu basah dan kering, lihat
angka di bawah nilai selisih tersebut kemudian catat.
|
Letakkan hygrometer di titik sampling,
biarkan selama 10 menit
|
Isi tabung kecil di bawah suhu wet pada hygrometer
dengan air sebanyak ½ bagian
|
c.
Pengukuran
Pencahayaan
Siapkan alat dan bahan
|
Atur jarak antara pengukuran dengan alat
50 cm
|
Pakaian yang dipakai pengukur harus gelap
|
Tentukan titik sampling
|
Lakukan kalibrasi pada lux meter
|
Arahkan alat pada sumber cahaya
|
Tekan off dan hitung nilai rata-rata
|
Tunggu angka stabil, lakukan 3 kali setiap
titik sampling dan catat
|
Tinggi alat dengan lantai 85 cm
|
d.
Kebisingan
Siapkan alat dan bahan
|
Pegang SLM dengan jarak 0,5 dari operator
dan ketinggian 1,2-1,5 m dari permukaan lantai
|
Pembacaan dilakukan setiap 5 detik
|
Hitung bising sinambung dengan rumus
|
Catat pada lembar kerja
|
Tentukan titik sampling
|
E. Hasil
1.
Suhu
Dari hasil
pengukuran suhu yang dilakukan di lobby
gizi Unsoed diperoleh hasil pengukuran suhu sebesar 270C.
2.
Kelembaban
Dari hasil
pengukuran kelembaban yang dilakukan di lobby
gizi Unsoed diperoleh kelembaban sebesar 100% setelah dilakukan perhitungan selisih
antara suhu basah dan suhu kering yang menunjukkan angka sama yaitu 250C.
3.
Pencahayaan
Dari luas lobby gizi Unsoed yang melebihi 10 m2
maka dilakukan pengukuran pada 5 titik sampling yaitu pada setiap sudut dan
tengah ruangan yang diulangi sebanyak 3 kali pada setiap titik.
No.
|
Sudut 1
|
Sudut 2
|
Sudut 3
|
Sudut 4
|
Tengah
|
1.
|
138 lux
|
127 lux
|
172 lux
|
115 lux
|
88 lux
|
2.
|
153 lux
|
102 lux
|
172 lux
|
119 lux
|
95 lux
|
3.
|
163 lux
|
95 lux
|
160 lux
|
86 lux
|
105 lux
|
∑
|
454 lux
|
324 lux
|
504 lux
|
320 lux
|
288 lux
|
4.
Kebisingan
Dari hasil
pengukuran kebisingan di lobby gizi
Unsoed dilakukan sebanyak 20 kali dengan 5 pengukuran pertama dan 5 pengukuran
terakhir tidak dipakai hasilnya.
Hasil
pengukurannya sebagai berikut:
No.
|
Intensitas Kebisingan
|
No.
|
Intensitas Kebisingan
|
1.
|
59.6
|
11.
|
62.4
|
2.
|
59
|
12.
|
62.3
|
3.
|
59.1
|
13.
|
60.4
|
4.
|
61.4
|
14.
|
61.9
|
5.
|
62.3
|
15.
|
65
|
6.
|
60.1
|
16.
|
66
|
7.
|
57.2
|
17.
|
61
|
8.
|
59.5
|
18.
|
59.8
|
9.
|
63.1
|
19.
|
61.4
|
10.
|
65.1
|
20.
|
61.1
|
F. Pembahasan
1.
Suhu
Dari hasil
penelitian suhu di lobby gizi
didapatkan nilai 270C. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja
Perkantoran dan Industri NAB
suhu di ruangan sebesar 180C-280C sehingga dalam lobby gizi telah memenuhi persyaratan
suhu. Dengan pemenuhan suhu yang sesuai standar akan berdampak pada kenyamanan
orang yang berada di lobby tersebut.
2.
Kelembaban
Berdasarkan
Permenkes nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 NAB kelembaban udara adalah sebesar
40%-60%, sedangkan setelah dilakukan pengukuran kelembaban di lobby gizi didapatkan hasil sebesar 100%
sehingga dapat dikatakan tidak memenuhi persyaratan. Pada saat dilakukan
pengukuran dilakukan saat musim penghujan. Oleh karena itu saat suhu rendah
maka kelembapan menjadi tinggi. Hal ini terjadi karena suhu sangat erat
kaitannya dengan kelembaban.
3.
Pencahayaan
Pencahayaan
yang digunakan di lobby gizi adalah
pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami didapatkan dari sinar matahari
yang dimanfaatkan untuk penerangan di siang hari, sedangkan untuk penerangan
pada malam hari digunakan pencahayaan buatan yang bersumber dari lampu. Dari
hasil pengukuran didapatkan bahwa pencahayaan di lobby gizi sudah memenuhi standar. Hal ini terjadi karena saat
pengukuran pencahayan dilakukan pada siang hari. Penerangan alami masuk melalui
pintu yang terbuat dari kaca. Didapatkan hasil pengukuran sebesar 126 lux.
Berdasarkan Keputusan Menteri tahun 2002 disebutkan bahwa NAB pencahayaan
minimal sebesar 100 lux, sehingga pencahayaan di lobby gizi telah memenuhi standar.
4.
Kebisingan
Menurut Permenkes nomor 718 tahun 1987 dijelaskan bahwa NAB kebisingan
untuk suatu instansi pendidikan, yaitu sebesar 45-55 dB, sedangkan setelah dilakukan pengukuran
kebisingan di lobby gizi didapatkan
nilai sebesar 61,7 dB yang berarti tidak memenuhi NAB. Kebisingan yang ada di lobby gizi Unsoed berasal dari berbagai
macam sumber seperti aktivitas pembangunan Dekanat untuk Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan, serta perbincangan diantara orang-orang yang terdapat di lobby.
Namun, kebisingan yang terjadi di lobby gizi tidak memerlukan pengendalian yang
berarti, karena kebisingan yang terjadi masih bisa ditolerir.
G. Kesimpulan
1.
Didapatkan
bahwa pada hasil pengukuran suhu di lobby
gizi didapatkan nilai sebesar 270C.
2.
Suhu
di lobby gizi telah sesuai dengan
standar NAB.
3.
Didapatkan
bahwa pada hasil pengukuran kelembaban di lobby
gizi didapatkan nilai sebesar 100%.
4.
Kelembaban
di lobby gizi tidak memenuhi dengan
standar NAB.
5.
Didapatkan
bahwa pada hasil pengukuran pencahayan di lobby
gizi didapatkan nilai sebesar 126 lux.
6.
Pencahayaan
di lobby gizi telah sesuai dengan
standar NAB.
7.
Didapatkan
bahwa pada hasil pengukuran kebisingan di lobby
gizi didapatkan nilai sebesar 61.7 dB.
8.
Kebisingan
di lobby gizi telah sesuai dengan
standar NAB
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U.F. 2005. Pencemaran Udara dan Gangguan Penyakit Pernafasan Non Infeksi.
Jakarta: Kompas.
Arjana, Ida Ayu Made Sri. 2012. Kualitas Udara dalam
Ruang Kerja. Jurnal Skala Husada.
Vol. 8(2): 178-183.
Cahyadi, Dwi. 2010. Pengukuran Lingkungan Fisik Kerja
dan Workstation di Kantor Pos Pusat Samarinda. Jurnal Eksis. Vol. 7(2):30-34.
Chandra, Budiman. 2005. Udara dan Pencemaran Udara.
Jakarta: EGC.
Corue, Indira Prasasti. 2013. Pengaruh Kualitas Udara
dalam Ruangan Ber-AC terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Vol. 1(2): 160-169.
Huboyo, Haryono S. Titik Isrokhatun. Endro Sutrisno.
2015. Kualitas Udara dalam Ruang di Daerah Parkir Basement dan Parkir Upperground.
Jurnal Presipitasi. Vol 13(1): 8-12.
Lakitan, B. 2002. Dasar-Dasar
Klimatologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Moekijat. 2002. Tata
Laksana Kantor. Bandung: Mandar Maju.
Santosa, Adi. 2007. Pengahawaan pada Interior Rumah
Sakit: Studi Kasus Ruang Rawat Inap Utama Gedung Lukas Rumah Sakit Panti Rapih
Yogyakarta. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Sasongko, D.P. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang: Unnes Press.
Tarwaka, dan Bakri. 2015. Kurangnya sirkulasi udara
menyebabkan gangguan kesehatan dan kenyamanan karyawan di Basement Hotel. Jurnal
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Vol 3(1): 26-33.
LAMPIRAN
Dokumentasi
|
Deskripsi
|
Alat yang
digunakan untuk mengukur kebisingan atau intensitas suara. Alat untuk
mengukur intensitas kebisingan disebut Sound Level Meter atau yang biasanya
disingkat menjadi SLM.
|
|
Alat yang
digunakan untuk mengukur kelembaban udara. Alat untuk mengukur kelembaban
disebut hygrometer.
|
|
Alat yang
digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan. Alat untuk mengukur
intensitas pencahayaan disebut dengan hygrometer.
|
Dokumentasi
|
Deskripsi
|
Alat untuk mengukur
suhu disebut dengan thermometer. Gambar di samping adalah thermometer yang
digunakan untuk mengukur suhu ruangan.
|
0 komentar:
Posting Komentar