UJI SENSITIVITAS
Disusun oleh :
Nama :Suhanda I1A015002
Matin
Ayu Dini I1A015037
Siti
Istikomah I. I1A015043
Nafiah
Nuzul F. I1A015047
Dwi
Ayu Putri S I1A015060
Maharani
K. I1A015103
Aulia
Mutiara K. I1A015105
Rani
Iftika N. I1A015121
Rombongan : II
Kelomppok : 4
Asisten : Durrotun Ekha An Nuur
LAPORAN PAKTIKUM
MIKROBIOLOGI
KEMENTERIAN
RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
FAKULTAS
ILMU ILMU KESEHATAN
PROGAM
STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Zat antimikroba
adalah istilah umum yang mengacu pada setiap senyawa yang termasuk antibiotik,
antimikroba makanan, pembersih, disinfektan, dan zat lainnya yang bertindak
terhadap mikroorganisme (Liasi dkk, 2009). Antimikroba adalah senyawa yang
dapat membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Zat antimikroba dapat bersifat membunuh
mikroorganisme atau menghambat pertumbuhannya. Senyawa yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik, dan yang dapat membunuh bakteri
disebut bakterisida. Zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas tidak
membahayakan inang. Toksisitas selektif dapat berupa fungsi dari suatu reseptor
khusus yang dibutuhkan untuk perlekatan obat atau dapat bergantung pada
penghambat (Gobel, 2008).
Sifat
antimikroba dapat berbeda satu dengan lainnya. Umumnya penicilin bersifat aktif
terutama terhadap bakteri gram positif, sedangkan bakteri gram negatif pada
umumnya tidak peka terhadap penicilin, streptomicin memiliki sifat sebaliknya,
tetrasiclin akti terhadap beberapa gram negatif maupun gram positif. Berdasakan
sifat ini anti mikroba dibagi menjadi 2 kelompok yaitu berspektrum luas dan
berspektrum sempit. (Lay, 1990).
B.
Tujuan
1. Mengetahui
uji sensitivitas.
2. Mengetahui
perbedaan antara antibiotik, desinfektan, dan antiseptik.
II.
MATERI
DAN METODE
A.
Materi
Alat-alat
yang digunakan pada praktikum uji sensitivitas yaitu cawan
petri, tabung reaksi, cotton bud steril, pipet tetes steril, pembakar spiritus,
pinset, dan kertas cakram. Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu
desinfektan (alkohol), antibiotik (erythromycin),
antiseptik (povidone iodine),
B. Metode
1.
Desinfektan
Cotton
bud I
|
-
Dimasukkan ke dalam
peptone water
-
Cawan Petri
|
Diulaskan pada cawan yang berisi media
Cotton
bud II
|
-
Dimasukkan ke dalam
disinfektan (pemutih)
-
Cotton
bud III
|
-
Dimasukkan ke dalam peptone water
-
Diulas pada permukaan sampel yang sudah diulas oleh disinfektan ()
Cawan Petri
|
-
Diulaskan pada sisi cawan petri after (A)
-
Diinkubasi selama 2 x
24 jam pada suhu 37oC
1.
Cotton Bud
|
-
Dicelupkan ke dalam biakan bakteri
Cawan Petri
|
-
Pipetukur
|
-
Cawan Petri
|
-
Dituangkan pada
cawan, kemudian diratakan menggunakan drugalsky
KertasCakram
|
-
Diambil dengan pinset
-
Diletakkan di tengah cawan
petri
-
Diinkubasi selama 2 x
24 jam pada suhu 37oC
-
Amati
daerah hambatan pertumbuhan, ukur
diameter zona hambatnya.
-
Untuk menguukur
sensitivitas antibiotik, bandingkan
dengan tabel
penilaian diameter zona hambat
2.
Anti
Jempol
tangan yang belum terkena alkohol
|
-
Ditempelkan pada sisi cawan petri before (B)
Jempol
tangan yang sama
|
-
Diberi antiseptik (povidone iodine)
-
Ditempelkan pada sisi cawan petri after (A)
-
Diinkubasi selama 2 x 24 jam pada suhu 37o
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
A.Hasil
B.Pembahasan
Zat antimikroba adalah
senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Zat
antimikroba dapat bersifat membunuh mikroorganisme (microbicidal) atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme (microbiostatic). Zat antimikroba ini
terdiri dari desinfektan, antibiotik dan antiseptik. Ketiganya memiliki
kegunaan yang berbeda-beda untuk setiap benda (Lay, 1990).
Desinfektan
merupakan suatu senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme
pada permukaan benda mati seperti meja, lantai dan pisau bedah. Desinfektan digunakan untuk
mengendalikan pertumbuhan dan kontaminasi dengan mikroba. Disinfeksi mempunyai
daya kerja terhadap vegetatif dari mikroorganisme, tetapi belum tentu mematikan
sporanya. Kelompok utama desinfektan, yaitu fenol,
alkohol, aldehid, halogen, logam berat, detergen, dan kemosterilisator gas (Lay, 1990).
Antibiotik adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh
berbagai spesies mikroorganisme, terutama berupa jamur dan bakteri tanah, dan
bersifat toksik terhadap spesies mikroorganisme lain. Antibiotik mempunyai
khasiat bakteriostatik atau bakterisid terhadap satu atau beberapa
mikroorganisme lain yang rentan terhadap antibiotik.. Sifat toksis
senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan
bakteri (efek bakteriostatik) dan bahkan ada yang langsung membunuh bakteri
(efek bakterisid) yang kontak dengan antibiotik tersebut (Sumardjo, 2009).
Masyarakat kuno China, Yunani, dan
mesir sudah mengetahui untuk menggunakan jamur dan tumbuhan untuk menyembuhkan
infeksi. Sepanjang sejarah, penyakit
infeksi telat disembuhkan dengan berbagai macam varietas obat herbal, seperti Quinine yang sudah lama digunakan
sebagai obat malaria. Di masa modern, ditemukan pertama kali oleh Ernest Duchesme,
menjelaskan antibakterial
dari Penicillium sp.
di tahun 1897. Selanjutnya diikuti oleh Fleming’s di tahun 1928.
Antibiotik yang asli pertama
kali adalah Salvarsan, sebuah penyembuhan untuk Sifilis ditemukan oleh Paul
Ehrlich setelah tugasnya di arsenic dan kompon metal lain di German pada tahun
1909. Idenya memanfaatkan penentuan pewarnaan mengawali keberhasilan
perkembangan broad-spectrum antibiotics pertama.
Gerhard Domagsk, seorang
patologi, menemukan ini Bayer laboratorium pada tahun 1932. Antibiotik dapat
dijelaskan sebagai agen farmakologi yang secara selektif membunuh atau
menghambat perkembangan dari sel bakteri dengan sedikit efek atau tidak
memiliki efek pada host mammalia. Antibiotik dapat mencegah replikasi lebih lanjut dari bakteri dan bergantung
pada sistem imune secara utuh untuk menghilangkan infeksi sementara itu
antibiotik bakterisidal membunuh bakteri
(Oxford University Press, 2009).
Menurut
Gupte (1990), mekanisme kerja antibiotik antara lain :
1. Antibiotik
menghambat sintesis dinding sel mikroba
Ada antibiotik yang merusak dinding
sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga
menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik
ini meliputi penisilin, sepalosporin,
sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini
menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis
peptidoglikan.
Peptidoglikan pada
bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada gram positif
dan berperanan pada integritas gram negatif. Oleh karena itu, gangguan pada sintesis komponen ini dapat
menyebabkan sel lisis dan dapat menyebabkan kematian sel. Antibiotik yang
menyebabkan gangguan sintesis lapisan ini aktivitasnya akan lebih nyata pada
bakteri gram positif. Aktivitas penghambatan atau membinasakan hanya dilakukan
selama pertumbuhan sel dan aktivitasnya dapat ditiadakan dengan menaikkan
tekanan osmotik media untuk mencegah pecahnya sel. Bakteri tertentu seperti
mikobakteria dan halobakteria mempunyai peptidoglikan relatif sedikit, sehingga
kurang terpengaruh oleh antibiotik grup ini. Sel selama mensintesis
peptidoglikan memerlukan enzim hidrolase dan sintetase. Kegiatan kedua enzim
ini harus seimbang satu sama lain untuk menjaga agar sintesis tetap normal.
Biosintesis peptidoglikan berlangsung dalam beberapa stadium dan
antibiotik pengganggu sintesis peptidoglikan aktif pada stadium yang berlainan.
Sikloserin terutama menghambat enzim racemase dan sintetase yang berperan dalam
pembentukan dipeptida. Vankomisin bekerja pada stadium kedua diikuti oleh
basitrasin, ristosetin dan diakhiri oleh penisilin dan sefalosporin yaitu
menghambat transpeptidase. Perbedaan antara sel mamalia dan bakteri yaitu
dinding sel luar bakteri tebal dengan membran sel menentukan bentuk sel dan
memberi ketahanan terhadap tekanan osmotik. Struktur dinding sel mamalia tidak
sama dengan dinding sel bakteri, sehingga antibiotik yang mempunyai aktivitas
mengganggu sintesis dinding sel mempunyai toksisitas selektif sangat tinggi.
Oleh karena itu antibiotik tipe ini merupakan antibiotik yang sangat berharga.
2.
Antibiotik mengganggu
membran sel mikroba
Dinding
sel bakteri bagian bawah adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat
disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai sifat
permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya substansi dari
dan ke dalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan ekskresi waste
products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan
sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan
sangat lethal terhadap sel .
Beberapa antibiotik yang dikenal mempunyai
mekanisme kerja mengganggu membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin, sirkulin, tirosidin,
valinomisin) dan antibiotik polyene (amphoterisin,
nistatin, filipin). Membran sel merupakan lapisan molekul lipoprotein yang
dihubungkan dengan ion Mg. Sehingga agen chelating
yang berkompetisi dengan Mg selama pembentukan membran, dapat meningkatkan
permeabilitas sel atau menyebabkan sel lisis.
Beberapa
antibiotik bersatu dengan membran dan berfungsi sebagai ion dphores yaitu
senyawa yang memberi jalan masuknya ion abnormal. Proses ini dapat mengganggu
biokimia sel, misalnya gramicidin. Polimiksin dapat merusak membran sel
setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel. Sehingga polimiksin
lebih aktip terhadap bakteri gram negatif daripada gram positif yang mempunyai
jumlah fosfor lebih rendah. Antibiotik polyene
hanya bekerja pada fungi tetapi tidak aktif pada bakteri. Dasar selektivitas
ini, karena mereka bekerja berikatan dengan sterol yang ada pada membran fungi
dan organisme yang lebih tinggi lainnya.
Secara
in vitro, polyene dapat menyebabkan
hemolisis, karena diduga membran sel darah merah mengandung sterol sebagai
tempat aktivitas antibiotik polyene. Amfoterisin B juga dapat digunakan untuk
infeksi sistemik tetapi sering disertai efek samping anemia hemolitik.
Kerusakan membran sel dapat menyebabkan kebocoran sehingga komponen-komponen
penting di dalam sel seperti protein, asam nukleat, nukleotida dan lain-lain
dapat mengalir keluar. Diduga struktur membran ini ada pada mamalia, oleh
karena itu antibiotik ini mempunyai toksisitas selektif relatif kecil dibanding
antibiotik yang bekerja pada dinding sel bakteri, sehinggadalam penggunaan
sistemik antibiotik ini relatip toksik, untuk mengurangi toksisitasnya dapat
digunakan secara topical.
3.
Antibiotik menghambat
sintesis protein dan asam nukleat mikroba
Sel
mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu mensintesis protein yang
berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA dan tRNA, gangguan
sintesis protein akan berakibat sangat fatal dan antimikroba dengan mekanisme
kerja seperti ini mempunyai daya antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini
meliputi aminoglikosid, makrolid,
linkomisin, tetrasiklin, kloramphenikol, novobiosin, puromisin.
Penghambatan biosintesis protein pada sel prokariot ini bersifat sitostatik, karena mereka dapat
menghentikan pertumbuhan dan pembelahan sel. Bila sel dipindahkan ke media
bebas antibiotik, mereka dapat tumbuh kembali setelah antibiotik berkurang dari
sel kecuali streptomisin yang
mempunyai aktivitas bakterisida. Pengaruh zat ini terhadap sel eukariot
diperkirakan sitotoksik.
Beberapa penghambat ribosom 80s seperti puromisin dan sikloheksimid sangat toksik terhadap sel mamalia, oleh karena itu
tidak digunakan untuk terapi, sedang tetrasiklin
mempunyai toksisitas relatif kecil bila
digunakan oleh orang dewasa. Tetrasiklin
menghambat biosintesis protein yang terdapat pada ribosom 80s dan 70s. Erytromisin berikatan dengan ribosom
50s. Streptomisin berikatan dengan
ribosom 30s dan menyebabkan kode mRNA salah dibaca oleh tRNA, sehingga
terbentuk protein abnormal dan non fungsional. Asam nukleat merupakan bagian
yang sangat vital bagi perkembangbiakan sel. Pertumbuhan sel kebanyakan
tergantung pada sintesis DNA, sedang RNA diperlukan untuk transkripsi dan
menentukan informasi sintesis protein dan enzim.
Jenis-jenis RNA yaitu t-RNA, r-RNA, m-RNA,
masing-masing mempunyai peranan pada sintesis protein. Begitu pentingnya asam
nukleat bagi sel, maka gangguan sintesis DNA atau RNA dapat memblokir
pertumbuhan sel. Namun antimikroba yang mempunyai mekanisme kegiatan seperti
ini pada umumnya kurang selektif dalam membedakan sel bakteri dan sel mamalia.
Antimikroba ini umumnya bersifat sitotoksik
terhadap sel mamalia. Sehingga penggunaan antimikroba jenis ini harus hati-hati
dan selektif, yaitu yang sifat sitotoksik-nya masih dapat diterima.
Seperti asam nalidiksat dan rifampisin, karena aktivitasnya sangat
kuat dalam menghambat pertumbuhan, maka antimikroba dengan mekanisme seperti
ini sering digunakan sebagai anti-tumor.
Ada beberapa bakteri
menunjukkan efek yang berbeda pada antibiotik yang berbeda, beberapa tahan, ada
yang sensitif dan cukup sensitif terhadap antibiotik. Ada antibiotik yang efektif terhadap
mikroorganisme, tetapi kenyataannya tidak menghambat semua mikroorganisme.
beberapa mikroorganisme tahan alami, sementara beberaparesistensi baik dengan
mengubah permeabilitas, atau dengan memproduksi enzim yang menginaktivasi
antibiotik atau dengan memodifikasi sasaran situs atau dengan plasmid dimediasi
resisten (Nakade, 2012).
Faktor yang
mempengaruhi zona hambat:
Menurut Greenwood
(1995), ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ukuran zona penghambat dan
harus dikontrol adalah sebagai berikut :
1
Konsentrasi mikroba
pada permukaan medium. Semakin tinggi konsentrasi mikroba maka zona
pengahambatan akan semakin kecil.
2
Kedalaman medium pada
cawan petri. Semakin tebal medium pada cawan petri maka zona pengahambat akan
semakin kecil.
3
Nilai pH dari medium.
Beberapa antibiotika bekerja dengan baik pada kondisi asam dan beberapa basa
alkali/basa.
4
Kondisi aerob atau anaerob. Beberapa
antibakterial kerja terbaiknya pada kondisi aerob yang lainnya pada kondisi
aerob.
Menurut
Sumarno (2002), faktor yang mempengaruhi zona hambat adalah sebagai berikut:
1.
Kekeruhan suspensi
bakteri. Kurang keruh, zona hambat lebih besar. Lebih keruh diameter zona
hambatan makin sempit.
2.
Waktu
pengeringan/pengeresapan suspensi bakteri kedalam Moellerhiton Agar. Tidak
boleh lebih dari batas waktu yang dibolehkan. Karena dapat mempersempit
diameter zona hambatan,
3.
Temperatur inkubasi.
Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, inkubasi dilakukan pada 35oC,
kadang-kadang ada bakteri yang kurang subur pertumbuhannya.
4.
Waktu inkubasi. Hampir
semua cara menggunakan waktu inkubasi 16-18 jam. Kurang dari 16 jam pertumbuhan
bakteri belum sempurna sehingga sukar dibaca/diameter zona hambatan lebih
besar. Lebih dari 18 jam pertumbuhan lebih sempurna sehingga zona hambatan
makin sempit.
5.
Tebalnya agar-agar.
Ketebalan agar-agar sekitar 4 mm. Kurang dari itu difusi obat lebih cepat,
lebih dari itu difusi obat akan terjadi lambat.
6.
Jarak antara disc
obat. Yang dianjurkan minimal 15 mm, untuk menghindari terjadinya zona hambatan
yang tumpang tindih.
Berdasarkan
aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut (Entjang, 2001):
a. Antibiotika
spektrum luas (broad spectrum) contohnya seperti tetrasiklin dan sefalosporin
efektif terhadap organism baik gram positif maupun gram negatif. Antibiotik
berspektrum luas sering kali dipakai untuk mengobati penyakit infeksi yang
menyerang belum diidentifikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
b. Antibiotika
spektrum sempit (narrow spectrum) golongan ini terutama efektif untuk melawan
satu jenis organisme. Contohnya penisilin dan eritromisin dipakai untuk
mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Karena antibiotik
berspektrum sempit bersifat selektif, maka obat-obat ini lebih aktif dalam
melawan organisme tunggal tersebut daripada antibiotik berspektrum luas.
Menurut McCoy
(2000), mikroorganisme penghasil antibiotik meliputi golongan bakteri,
aktinomisetes, fungi, dan beberapa mikroba lainnya. Kira-kira 70% antibiotik
dihasilkan oleh aktinomisetes, 20% fungi dan 10% oleh bakteri. Streptomyces
merupakan penghasil antibiotik yang paling besar jumlahnya. Bakteri juga banyak
yang menghasilkan antibiotik terutama Bacillus. Namun kebanyakan antibiotik
yang dihasilkan bakteri adalah polipeptida yang terbukti kurang stabil, toksik
dan sukar dimurnikan. Antibiotik yang dihasilkan fungi pada umumnya juga
toksik, kecuali grup penisilin (Suwandi, 1989).
Peningkatan
jumlah kasus resistensi mikroba patogen terhadap antibiotik, akhirakhir ini
memicu peningkatan pencarian sumber senyawa antimikroba yang baru (Nofiani
dkk., 2009). Salah satu sumber potensial penghasil senyawa antibiotik adalah
fungi yang diisolasi dari tanah, misalnya Fusarium (javanisin), Penicilium
(penisilin) dan Aspergillus (fumigasin). Campuran mikroba dalam tanah mungkin
mengandung spesies yang mempunyai potensi untuk aplikasi fermentasi antibiotik
(Suwandi, 1989).
IV.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Zat
antimikroba adalah senyawa yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan
mikroorganisme.
2.
Disenfektan adalah
senyawa kimia yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme pada benda mati.
3.
Antiseptik adalah
senyawa kimia yang digunakan untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme pada
jaringan hidup.
4.
Antibiotik adalah bahan
yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dalam jumlah tertentu mampu menekan,
menghambat, ataupun mikrooganisme.
B. Saran
Adapun saran
dalam praktikum ini yaitu sebaiknya untuk peralatan praktikum lebih dilengkapi
lagi agar tidak saling meminjam karena
dapat menghambat proses kerja pada saat praktikum. Praktikum sebaiknya dilakukan
dengan keadaan steril agar mikroorganisme yang akan ditumbuhkan pada media
pertumbuhan tidak terkontaminasi dengan mikroorganisme lain. Penggunakan
alat-alat juga harus mengikuti prosedur penggunaan yang tepat sehingga hasil
dapat lebih akurat dan alat tidak cepat rusak.
DAFTAR
PUSTAKA
Dhanaraj.
B, Nakade. 2012. Antibiotic sensitivity of common Bacterial Pathogens against
selected Quinolones. ISCA Journal of Biological Sciences. Vol. 1(1):77-79.
Djide, M.
Natsir. 2008.Analisis Mikrobiologi Farmasi. Fakultas MIPA, Jurusan Farmasi, Uninersitas Hasanuddin
: Makassar.
Entjang.
2001. Mikrobiologi dan Parasitologi.
PT Citra Aditya Bakti : Bandung.
Gobel, B. 2002. Mikrobiologi Umum Dalam Praktek. Universitas Hasanidin,Makasar
Greenwood.
1995. Mikrobiologi. UGM
Press. Yogyakarta.
Lehninger. 1982. Dasar-dasar Biokimia Jilid I. Erlangga, Jakarta
Lay. 1990. Mikrobilogi. Rajawali Press, Jakarta
Nofiani R, Nurbetty S, Sapar A. 2009.
Aktivitas antimikroba ekstrak metanol berasosiasi bakteri dengan spons dari
Pulau Lemukutan Kalimantan Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis
1(2): 33-41.
Oxford
University Press. 2009. Principles of
antibiotic therapy [Internet]. ISSN 1743-1824.
Soekarjdjo,
Siswandoro. 1995. Kimia Medical.
Airlangga University Press.
Sumarno. 2000. Teknik Dasar Pemeliharaan Mikroba.
Intan Prawira. Jakarta.
Suwandi
U. 1989. Mikroba penghasil antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran No. 58.